Langsung ke konten utama

Hipotesis Penelitian Fisika

A. PENDAHULUAN
Hipotesis adalah alat yang sangat besar kegunaannya dalam penyelidikan ilmiah. Hipotesis memungkinkan kita untuk menghubungkan teori dengan pengamtan, dan sebaliknya pengamatan dengan teori. Dewasa ini penggunaan hipotesis memungkinkan kita dalam usaha mencari pengetahuan, untuk memakai ide-ide para ahli filsafat induktif yang menekankan pengamatan, dan logika para ahli filsafat deduktif yang menekankan penalaran.
Pemakaian hipotesis telah telah dapat menyatukan pengalaman dan penalaran sehingga menghasilkan suatu alat yang amat besar manfaatnya dalam mencari kebenaran.

Sesudah menemukan dan mengemukakan permasalahan serta memeriksa bahan pustaka yang berkaitan, peneliti siap untuk menyususn suatu hipotesis. Hipotesis yang dirumuskan secara tepat sebagai suatu pernyataan sementara yang diajukan untuk memecahkan suatu masalah, atau untuk menerangkan suatu gejala. Dalam bentuk sederhana, hipotesis mengemukakan pernyataan tentang harapan peneliti mengenai hubungan antara variable-variabel didalam suatu persoalan. Hipotesis tersebut kemudian diuji di dalam penelitian. Oleh karena itu, hipotesis ini diajukan hanya sebagai saran pemecahan bagi masalah tersebut. Dengan pengertian bahwa penyelidikan selanjutnya yang akan membenarkan atau menolaknya.
Sebagai contoh, seseorang dapat memulai dengan pertanyaan, apa peran persepsi anak-anak tentang diri mereka sendiri dalam proses belajar membaca?. Kemudian dari hal ini dapat dirumuskan suatu hipotesis bahwa ada hubungan positif antara persepsi anak-anak terhadap diri mereka sendiri dan hasil belajar membaca di kelas satu. Atau seseorang mungkin mulai dengan pertanyaan seperti, apa pengaruh latihan prasekolah terhadap hasil belajar anak-anak kelas satu yang memgalami hambatan kultur sekolah itu?. Hipotesisnya mungkin berbunyi, anak-anak yang mengalami hambatan cultural dan telah menerima latihan pra sekolah, akan memperoleh angka lebih tinggi di kelas satu dari pada anak-anak yang mengalami hambatan cultural tetapi tidak menerima latihan pra sekolah.
Dari kedua contoh di atas dapat dilihat bahwa hipotesis adalah suatu pernyataan yang menghubungkan dua variable. Dari contoh pertama, variable tersebut adalah persepsi diri dan hasil belajar membaca, sedangkan dalam contoh kedua, variable tersebut adalah latihan prasekolah dan hasil belajar di kelas satu. Dari uraian diatas tampak bahwa hipotesis sangatlah penting kedudukannya dalam suatu penelitian, untuk itu pada bagian berikut ini akan dibahas mengenai hal-hal yang berkaitan langsung dengan pengertian hipotesis, fungsi atau manfaat dari hipotesis, karakteristik hipotesis, jenis dan bentuk hipotesis, cara merumuskan hipotesis, dan secara ringkas mengenai prosedur pengujian hipotesis.

B. PENGERTIAN HIPOTESIS
Istilah hipotesis berasal dari bahasa Yunani, yaitu hupo dan thesis. Kata hupo berarti lemah, kurang, atau di bawah, sedangkan thesis, berarti teori, proposisi, atau pernyataan yang disajikan sebagai bukti. Sehingga hipotesis dapat diartikan sebagai suatu pernyataan yang masih lemah kebenarannya dan perlu dibuktikan atau dugaan yang isfatnya masih sementara.
Trealese (1960) memberikan definisi hipotesis sebagai suatu keterangan sementara dari suatu fakta yang dapat diamati.
Good dan scates (1954) menyatakan bahwa hipotesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang diamati ataupun kondisi-kondisi yang diamati dan digunakan sebagai petunjuk untuk langkah-langkah selanjutnya.
Kerlinger (1973) menyatakan hipotesis adalah pernyataan yang bersifat terkaan dari hubungan antara dua atau lebih variabel. Jadi hipotesis adalah hasil dari tinjauan pustaka atau proses rasional dari penelitian yang telah mempunyai kebenaran secara teoritik. Namun demikian kebenaran hipotesis masih harus diuji secara empirik. Oleh karena itu, hipotesis juga dianggap sebagai jawaban sementara terhadap masalah yang telah dirumuskan dalam suatu penelitian dan masih perlu diuji kebenarannya dengan menggunakan data empirik.
Apabila peneliti telah mendalami permasalahan penelitiannya dengan seksama serta menetapkan anggapan dasar, maka lalu membuat suatu teori sementara, yang kebenarannya masih perlu di uji. Sehingga peneliti akan bekerja berdasarkan hipotesis yang diajukan. Peneliti mengumpulkan data-data yang paling berguna untuk membuktikan hipotesis. Berdasarkan data yang terkumpul, peneliti akan menguji apakah hipotesis yang dirumuskan dapat naik status menjadi teori, atau sebaliknya tumbang sebagai hipotesis, apabila ternyata tidak terbukti.
Hipotesis merupakan, yakni dugaan yang mungkin benar, atau mungkin juga salah. Dia akan ditolak jika salah atau palsu, dan akan diterima jika faktor-faktor membenarkannya. Penolakan dan penerimaan hipotesis, dengan begitu sangat tergantung kepada hasil-hasil penyelidikan terhadap faktor-faktor yang dikumpulkan.
Hipotesis adalah hasil proses teoretik atau proses rasional yang berbentuk pernyataan tentang karakteristik populasi. Hipotesis juga merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian yang ada pada perumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan teori yang relevan, belum didasarkan atas fakta-fakta empiris yang diperoleh dari pengumpulan data. Sebagai hasil proses teori yang belum berdasarkan atas fakta, maka hipotesis masih perlu diuji kebenarannya dengan data empiris.
Hipotesis dapat juga dipandang sebagai konklusi yang sifatnya sangat sementara. Sebagai konklusi sudah tentu hipotesis tidak dibuat dengan semena-mena, melainkan atas dasar pengetahuan-pengetahuan tertentu. Pengetahuan ini sebagian dapat diambil dari hasil-hasil serta problematika-problematika yang timbul dari penyelidikan-penyelidikan yang mendahului, dari renungan-renungan atas dasar pertimbangan yang masuk akal, ataupun dari hasil-hasil penyelidikan yang dilakukan sendiri. Jadi dalam taraf ini mahasiswa cukup membuat konklusi dari persoalan-persoalan yang diajukan dan merumuskannya dalam bentuk statemen (pernyataan).
Setelah masalah penelitian berhasil dirumuskan dengan baik maka langkah berikutnya adalah mengajukan hipotesis yang didasarkan dari kajian mendalam teori-teori yang relevan dengan variabel-variabel penelitian. Agar sebuah kerangka teoretis meyakinkan maka argumentasi yang disusun dalam teori-teori yang dipergunakan dalam membangun kerangka berpikir harus merupakan pilihan dari sejumlah teori yang dikuasai secara lengkap dengan mencakup perkembangan terbaru. Disamping itu, kerangka teori juga dapat dilakukan melalui pengkajian hasil-hasil penelitian yang relevan yang telah dilakukan peneliti lainnya. Hasil penelitian orang lain yang relevan dijadikan titik tolak penelitian kita dalam mencoba melakukan pengulangan, revisi, modidikasi, dan sebagainya.

C. FUNGSI HIPOTESIS
Fungsi atau kegunaan hipotesis yang disusun dalam suatu rencana penelitian, setidaknya ada empat yaitu:
1. Hipotesis memberikan penjelasan sementara tentang gejala-gejala serta memudahkan perluasan pengetahuan dalam suatu bidang.
Untuk dapat sampai pada pengetahuan yang dapat dipercaya mengenai masalah pendidikan, peneliti harus melangkah lebih jauh dari pada sekedar mengumpukan fakta yang berserakan, untuk mencari generalisasi dan antar hubungan yang ada diantara fakta-fakta tersebut. Antar hubungan dan generalisasi ini akan memberikan gambaran pola, yang penting untuk memahami persoalan. Pola semacam ini tidaklah menjadi jelas selama pengumpulan data dilakukan tanpa arah. Hipotesis yang telah terencana dengan baik akan memberikan arah dan mengemukakan penjelasan. Karena hipotesis tersebut dapat diuji dan divalidasi (pengujian kesahiannya) melalui penyelidikan ilmiah, maka hipotesis dapat mebantu kita untuk memperluas pengetahuan.
2. Hipotesis memberikan suatu pernyataan hubungan yang langsung dapat diuji dalam penelitian
Pertanyaan tidak dapat diuji secara langsung. Penelitian memang dimulai dengan suatu pertanyaan, akan tetapi hanya hubungan antara variabel yang akan dapat duji. Misalnya, peneliti tidak akan menguji pertanyaan apakah komentar guru terhadap pekerjaan murid menyebabkan peningkatan hasil belajar murid secara nyata“? akan tetapi peneliti menguji hipotesis yang tersirat dalam pertanyaan tersebut “komentar guru terhadap hasil pekerjaan murid, menyebabkan meningkatnya hasil belajar murid secara nyata“ atau yang lebih spesifik lagi “skor hasil belajar siswa yang menerima komentar guru atas pekerjaan mereka sebelumnya akan lebih tinggi dari pada skor siswa yang tidak menerima komentar guru atas pekerjaan mereka sebelumnya“. Selanjutnya peneliti, dapat melanjutkan penelitiannya dengan meneliti hubngan antara kedua vatiabel tersebut, yaitu komentar guru dan prestasi siswa.
3. Hipotesis memberikan arah kepada penelitian
Hipotesis merupakan tujuan khusus. Dengan demikian hipotesis juga menentukan sifat-sifat data yang diperlukan untuk menguji pernyataan tersebut. Secara sangat sederhana, hipotesis menunjukkan kepada para peneliti apa yang harus dilakukan. Fakta yang harus dipilih dan diamati adalah fakta yang adahubungann nya dengan pertanyaan tertentu. Hipotesislah yang mentukan relevansi fakta-fakta itu. Hipotesis ini dapat memberikan dasar dalam pemilihan sampel serta prosedur penelitian yang harus dipakai. Hipotesis jufga dapat menunjukkan analisis satatistik yang diperlukan dan hubungannya yang harus menunjukkan analisis statistik yang diperlukan agar ruang lingkup studi tersebut tetap terbatas, dengan mencegahnya menjadi terlalu sarat.
Sebagi contoh, lihatlah kembali hipotesis tentang, latihan pra sekolah bagi anak-anak kelas satu yang mengalami hambatan kultural. Hipotesi ini menunjukkan metode penelitian yang diperlukan serta sampel yang harus digunakan. Hipotesis inipun bahkan menuntun peneliti kepada tes statistik yang mungkin diperlukan untuk menganalisis data. Dari pernyataan hipotesis itu, jelas bahwa peneliti harus melakukan eksperimen yang membandingkan hasil eblajr dikelas satu dari sampel siswa yang mengalami hambatan kultural dan telah mengalami program pra sekolah dengan sekelompok anak serupa yang tidak mengalami progaram pra sekolah. Setiap perbedaan hasil belajar rata-rat kedua kelompok tersebut dapat dianalaisis denga tes atai teknik analis variansi, agar dapat diketahui signifikansinya menurut statistik.
4. Hipotesis memberikan kerangka untuk melaporkan kesimpulan penyelidikan.
Akan sangat memudahkan peneliti jika mengambil setiap hipotesis secara terpisah dan menyatakan kesimpulan yang relevan dengan hipotesis tersebut. Artinya, peneliti dapat menyusun bagian laporan tertulis ini diseputar jawaban-jawaban terhadap hipotesis semula, sehingga membuat penyajian ini lebih berarti dan mudah dibaca.
Penetapan hipotesis dalam sebuah penelitian memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan batasan dan memperkecil jangkauan penelitian dan kerja penelitian.
2. Mensiagakan peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antar fakta, yang kadangkala hilang begitu saja dari perhatian peneliti.
3. Sebagai alat yang sederhana dalam memfokuskan fakta yang bercerai-berai tanpa koordinasi ke dalam suatu kesatuan penting dan menyeluruh.
4. Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antar fakta.
Oleh karena itu kualitas manfaat dari hipotesis tersebut akan sangat tergantung pada:
1. Pengamatan yang tajam dari si peneliti terhadap fakta-fakta yang ada.
2. Imajinasi dan pemikiran kreatif dari si peneliti.
3. Kerangka analisa yang digunakan oleh si peneliti.

D. JENIS DAN BENTUK HIPOTESIS
Ada dua jenis hipotesis yang digunakan dalam penelitian antara lain :
1. Hipotesis kerja atau alternatif, disingkat Ha,
Hipotesis alternatif diposisikan sebagai bentuk batasan ilmu pengetahuan setelah diperoleh dari hasil kajian teoritis. Mereka dapat digunakan untuk menempatkan bentuk pernyataan lain selain hipotesis nol (nihil). Hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y, atau adanya perbedaan antara dua kelompok.
Rumusan hipotesis kerja
a) Jika... Maka...
b) Ada perbedaan antara... Dan... Dalam...
c) Ada pengaruh... Terhadap...
2. Hipotesis nol (null hypotheses) disingkat Ho.
Hipotesis ini menyatakan tidak ada perbedaan antara dua variabel, atau tidak adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y
Rumusannya:
a) Tidak ada perbedaan antara... Dengan... Dalam...
b) Tidak ada pengaruh... terhadap...
Bentuk-bentuk hipotesis penelitian sangat terkait dengan rumusan masalah penelitian. Bila dilihat dari tingkat eksplanasinya, maka bentuk rumusan masalah penelitian ada tiga yaitu: rumusan masalah deskriptif (Variabel mandiri), Komparatif (perbandingan), dan asosiasif (hubungan). Oleh karena itu, maka bentuk hipotesis penelitian juga ada tiga yaitu hipotesis deskriptif, komparatif, dan asosiaif/hubungan.
Hipotesis deskriptif, adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah deskriptif, hipotesis komparatif merupakan jawaban sementara terhadap masalah komparatif, dan hipotesis asosiasif adalah jawaban sementara terhadap masalah asosiasif. Karakteristik dari suatu hipotesis sangat terkait dengan
1. Hipotesis deskriptif
Hipotesis deskritif merupakan jawaban sementara terhadap masalah deskriptif, yaitu yang berkenaan dengan variable mandiri.
Contoh:
a) Rumusan Masalah Deskriptif
Berapa lama daya tahan berdiri karyawan took lulusan SMK?
b) Hipotesis Deskriptif
Daya tahan berdiri karyawan toko lulusan SMK sama dengan 6 jam/hari (H0). Ini merupakan hipotesis nol, karena daya tahan berdiri karyawan lulusan SMK yang ada pada sample diharapkan tidak berbeda secara signifikan dengan daya tahan yang ada pada populasi, (angka 6 jam/hari merupakan angka hasil pengamatan sementara).
Hipotesis alternatifnya adalah daya tahan karyawan took lulusan SMK tidak sama dengan 600 jam, tidak sama dengan dapat berarti lebih besar ataupun lebih kecil.
c) Hipotesis Statistik

2. Hipotesis komparatif
Hipotesis komparatif merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah komparatif. Pada rumusan ini variabelnya sama tetapi populasi atau sampelnya yang berbeda, atau keadaan itu terjadi pada waktu yang berbeda.
Contoh:
a) Rumusan masalah Komparatif
Bagaimana prestasi belajar mahasiswa Perguruan Tinggi X bila diandingkan dengan Perguruan Tinggi Y?
b) Hipotesis Komparatif
Berdasarkan rumusan masalah komparatif tersebut dapat dikemukakan tiga model hipotesis nol dan alternative sebagi berikut:
1) Hipotesis Nol (H0)
i. Tidak terdapat perbedaan prestasi belajar mahasiswa Perguruan Tinggi X dengan Perguruan Tinggi Y, atau terdapat persamaan prestasi belajar antara mahasiswa Perguruan Tinggi X dan Y
ii. Prestasi mahasiswa Perguruan Tinggi X lebih besar atau sama dengan Perguruan Tinggi Y (lebih besar atau sama artinya paling sedikit)
iii. Prestasi belajar mahasiswa Perguruan Tinggi X lebih kecil atau sama dengan Perguruan Tinggi Y (lebih kecil atau sama dengan artinya paling banyak (besar))
2) Hipotesis Alternatif (Ha)
i. Prestasi belajar mahasiswa Perguruan Tinggi X lebih besar (atau lebih kecil) dari Perguruan Tinggi Y
ii. Prestasi belajar mahasiswa Perguruan Tinggi X lebih kecil dari pada Perguruan Tinggi Y
iii. Prestasi belajar mahasiswa Perguruan Tinggi X lebih besar dari pada Perguruan Tinggi Y
3. Hipotesis Asosiasif
Hipotesis asosiasif adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah asosiasif, yaitu yang menyatakan hubungan antara dua variable atau lebih.
Contoh:
a. Rumusan masalah Asosiasif
Adakah hubungan yang positif dan signifikan antara kepemimpinan kepemimpinan kepala sekolah dengan iklim kerja sekolah?
b. Hipotesis Penelitian Asosiasif
Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan iklim kerja sekolah.

E. MERUMUSKAN HIPOTESIS
Dalam merumuskan suatu hipotesis, penting untuk diketahui alasan hipotesis tersebut harus dibuat, ada dua alasannya yaitu:
1. Hipotesis yang mempunyai dasar yang kuat menunjukkan bahwa peneliti telah mempunyai cukup pengetahuan untuk melakukan penelitian dibidang tersebut
2. Hipotesis memberikan arah pada pengumpulan dan penafsiran data, hipotesis dapat menunjukkan kepada prosedur apa yang harus diikuti dan jenis data apa yang harus dikumpulkan. Dengan demikian dapat dicegah terbuang sia-sianya waktu dan jerih payah peneliti. Perlu ditekankan bahwa hal ini berlaku bagi semua jenis studi penelitian, tidak hanya yang bersifat eksperimen saja.
Berdasarkan kajian teoretis dan hasil-hasil penelitian yang relevan, maka tahap berikutnya peneliti menyusun kerangka berpikir yang mengarahkan perumusan hipotesis. Dengan demikian produk akhir dari proses pengkajian kerangka teoretis adalah perumusan hipotesis. Secara ringkas, langkah penyusunan kerangka teoretis dan pengajuan hipotesis dapat dibagi ke dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. Pengkajian mengenai teori-teori ilmiah yang akan dipergunakan dalam analisis.
2. Pembahasan mengenai penelitian-penelitian lain yang relevan.
3. Penyusunan kerangka berpikir dengan mempergunakan premispremis sebagaimana yang terkandung dalam teori dan hasil penelitian tersebut dengan menyatakan secara tersurat pernyataan, postulat, asumsi, dan prinsip yang dipergunakan.
4. Perumusan hipotesis.
Dalam merumuskan suatu hipotesis sering muncul pertanyaan, dari mana peneliti mendapatkan hipotesis?. Seperti yang telah dikemukan pada uraian sebelumnya, penyelidikan dapat berasal dari masalah-masalah praktis, dari situasi tingkah laku yang diamati dan yang memerlukan penjelasan, dari penelitian sebelumnya, atau yang lebih bermanfaat lagi, dari teori pendidikan. Dengan demikian berdasarkan cara memperolehnya dibagi atas dua yaitu hipotesis yang diperoleh secara induktif dari pengamatan tingkah laku dan hipotesis yang diperoleh secara deduktif dari hasil-hasil penelitian sebelumnya.
1. Hipotesis Induktif
Dalam prosedur induktif, peneliti merumuskan hipotesis sebagai suatu generalisasi dari hubungan-hubungan yang diamati. Maksudnya adalah peneliti malakukan pengamatan terhadap tingkah laku, memperhatikan kecenderungan-kecenderungan atau kemungkinan adanya hubungan-hubungan, dan kemudian merumuskan penjelasan sementara tentang tingkah laku yang diamatinya. Sudah barang tentu proses penalaran ini hendaknya disertai dengan pengkajian hasil penelitian lain mengenai masalah tersebut. Prosedur induktif merupakan sumber hipotesis yang sangat berguna bagi guru-guru kelas.
Para guru dapat mengamati tingkah laku peserta didik setiap hari dan mencoba menghubungkannya dengan tingkah laku guru itu sendiri, dengan tingkah laku peserta didik lain, dengan metode mengajar yang dipakai, dengan perubahan-perubahan di lingkunagan sekolah, dan sebagainya. Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan mereka tentang tingkah laku disekolah, guru tersebut secara induktif dapat merumuskan suatu generalisasi yang mencoba menjelaskan hubungan dari fakta-fakta yang ditemukan atau yang diamati. Namun validitas penjelasan ini harus ditetapkan, sehingga dapat menjadi hipotesis bagi penyelidikan ilmiah.
Mungkin seorang guru mengamati adanya kegelisahan di kalangan peserta didik yang disebabkan oleh tes-tes di dalam kelas. Hal ini berakibat tidak baik terhadap hasil tes para peserta didik. Disamping itu ia juga melihat bahwa jika siswa diberikan kesempatan untuk menuliskan komentar mereka terhadap soal-soal obyektif, maka tes mereka tampak lebih baik. Guru tersebut beranggapan bahwa kebebasan memberikan komentar ini, entah bagaimana pasti telah membantu meredakan ketegangan mereka. Sebagai akibatnya hasil tes mereka akan lebih baik.
Pengamatan ini mendorong timbulnya hipotesis peserta didik yang diberi kesempatan menuliskan komentar mereka tentang soal obyektif pada lembar jawaban mereka, akan mencapai skor lebih tinggi daripada peserta didik yang tidak diberikan kesempatan menuliskan komentar mereka. Guru tersebut kemudian dapat merencanakan suatu eksperimen untuk menguji validitas hipotesis ini.
Perhatikan bahwa hipotesis tersebut mengungkapkan keyakinan akan hubungan antara dua variabel yaitu menuliskan komentar tentang soal-soal tes dan hasil tes. Perhatikan bahwa variabel ketegangan yang merupakan bagian dari rantai induktif menuju ke hipotesis tidak lagi menjadi bagian dari hipotesis akhir. Hubungan antara ketegangan dan komentar, serta ketegangan dan hasil tes dapat menjdi bahan hipotesis yang harus diselidiki berikutnya. Acapkali orang akan mendapati gagasan tadi meliputi serangkaian hubungan yang tidak dapat diamati secara langsung. Oleh karena itu orang lalu merumuskan kembali pertanyaan pertanyaan itu agar bertitik pusat pada hubungan-hubungan yang dapt diamati secara langsung.
Berikut ini beberapa contoh sederhana tentang hipotesis ilain yang mungkin berasal dari pengamatan seoarang guru, komentar guru terhadap pekerjaan siswa menjurus pada semakin membaiknya pekerjaan-pekerjaan tersebut berikutnya. Pengunaan metode diskusi mengakibatkan hasil belajar kelompok lebih tinggi dalam ilmu ekonomi konsumen jika dibandingkan dengan metode ceramah. Penggunaan nasehat otoriter, dan bukan konsultasi tak terarah oleh pembimbing akan meningkatkan pengungkapan diri oleh si terbimbing. Anak-anak akan mencapai skor lebih tinggi dari pada ujian akhir hasil belajar membaca dikelas satu jika mereka diajar dengan kelompok kecil dari pada dalam kelompok besar.
Dalam proses induktif peneliti melakukan pengamatan, memikirkan persoalan, membaca bahan pustaka untuk mencari petunjuk, melakukan pengamatn tambahan, dan kemudian merumuskan hipotesis yang mencoba menjelaskan tingkah laku yang sedang diamati. Hipotesis tersebut kemudian diuji dalam kondisi yang terkendali untuk menyelidiki secara ilmiah asumsi guru tentang hubungan antara variabel-variabel tersebut.
Penyelidikan terhadap hipotesis induktif yang berasal dari persoalan sehari-hari, sering dapat membantu untuk menunjukkan pemecahan persoalan-persoalan seperti itu. Akan tetapi, karena hipotesis itu berasal dari masalah-masalah lokal yang bersifat khusus, maka dari hasil hipotesis semacam ini sering menjurus pada serangkaian hasil yang mempunyai daya penjelas yang terbatas, kendatipun ada gunanya.

2. Hiptesis Deduktif
Berbeda dengan hipotesis yang dirumuskan sebagai generalisasi dari hubungan yang diamati, ada hipotesis yang ditarik secara deduktif dari teori. Hipotesis ini mempunyai kelebihan dapat mengarah kepada sistem pengetahuan yang lebih umum, karena kerangka untuk menempatkannya secara berarti kedalam bangunan pengetahuan telah ada dalam teori itu sendiri. Ilmu tidak dapat berkembang secara efisien kalau setiap studi tetap merupakan upaya yang terpisah-pisah, ilmu menjadi kumulatif dengan membangun di atas kumpulan fakta dan teori yang ada. Hipotesis yang berasal dari suatu teori dikenal dengan hipotesis deduktif.
Seperti telah dibicarakan sebelumnya dalam bentuk yang sederhana, teori menyatakan hubungan-hubungan yang dipercaya ada dalam kumpulan fakta-fakta yang komprehensif. Kebanyakan teori bukan merupakan spekulasi belaka, melainkan dibangun diatas fakta-fakta yang sudah diketahui serta memberikan kerangka untuk meramalkan apa yang masih belum diketahui. Kemudian melalui penalaran deduktif dari suatu teori, dirumuskanlah hipotesis-hipotesis. Dalam tahap pembentukan hipotesis, apakah deduksi-deduksi ini benar atau tidak. Data empiris mengenai hipotesis tersebut harus diperoleh. Apabila data tersebut mendukung hipotesis, maka hasil penelitian tersebut kemudian dapat dimasukkan kedalam teori. Proses ini berfungsi sebagai teknik untuk menguji kemampuan suatu teori.
Peneliti dapat memulai penyelidikan dengan memilih salah satu teori yang terdapat dibidang yang menarik minatnya. Setelah teori di pilih, peneliti lalu menarik hipotesis dari teori tersebut. Pendekatan yang paling banyak digunakan ialah menggunkan cara berpikir deduktif untuk dapat sampai pada akibat logis dari teori yang bersangkutan. Deduksi ini kemudian dijadikan hipotesis dalam suatu penelitian.
Sebagai contoh, salah satu postulat dalam teori Mc.Clelland tentang motivasi adalah bahwa intensitas motif prestasi adalah fungsi pendidikan yang secara proporsional terhadap kebebasan dan swasembada. Dari postulat ini peneliti dapat sebagai konsekuensi logisnya yaitu dengan mengemukakan hipotesis anak-anak yang orang tuanya membatasi kebebasan mereka akan memperoleh skor yang lebih rendah pada tugas-tugas dimana jumlah pekerjaan yang dilakukan merupakan fungsi dari motivasi mereka, bila dibandingkan dengan anak-anak yang orang tuanya tidak membatasi kebebasan mereka.
Piaget menyatakan bahwa, dalam perkembangan mental mereka, anak-anak melalui berbagai tahapan. Salah satu diantaranya adalah tahapan operasi kongkrit, yang dimulai pada umur 7 atau 8 tahun dan diatandai oleh peraliahan dari yang semual tergantung kepada persepsi menjadi mampu menggunakan operasi logis. Dengan menggunakan teori ini sebagai titik awal, peneliti dapat mengemukakan hipotesis yaitu proporsi anak usia 9 tahun yang akan dapat menjawab teopat pertanyaan yang bersifat kesimpulan transitif. Ali lebih tinggi daripada udin, udin lebih tinggi daripada hasan, siapakah yang lebih tinggi?. Akan lebih besar dari pada proporsi anak usia 6 tahun yang dapat menjawab ertanyaan tersebut dengan tepat.
Dalam penyelidikan yang dirancang untuk menguji deduksi dari suatu teori, sangat penting diperiksa apakah ada kesenjangan logis yang menyela diantara teori dan hipotesis. Peneliti harus bertanya apakah hipotesis tersebut secara logis berasal dari teori?. Jika hipotesis tersebut tidak berasal dari teori maka peneliti tidak dapat mencapai kesimpulan yang valid tentang kelayakan teori tersebut. Jika hipotesis tersebut didukung oleh data, tetapi tidak secara teliti disimpulkan dari teori, maka peneliti tidak dapat mengatakan bahwa hasil penyelidikan ini memberikan kredibilitas pada teori tersebut. Sebaliknya, jika hipotesis tersebut tidak didukung oleh data, teori yang menjadi asal hipotesis tersebut tidak selalu berarti kurang dapat dipercaya.
Memang benar bahwa hipotesis yang dapat disimpulkan dari teori-teori terkenal telah banyak yang sudah diuji. Namun, banyak deduksi semacam itu yang tetap harus dilakukan dan diuji. Juga deduksi yang sudah diteliti sebelumnya dapat dipakai untuk menghasilkan hipotesis-hipotesis dalam keadaan yang lebih beragam sehingga dapat memperluas penerapan teori.
Peneliti harus selalu bersikap terbuka terhadap fakta dan kesimpulan terdahulu baik yang memperkuat maupun yang bertentangan dengan prediksinya. Jadi, dalam hal ini telaah teoritik dan temuan penelitian yang relevan berfungsi menjelaskan permasalahan dan menegakkan prediksi akan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan penelitian. Hipotesis penelitian dapat dirumuskan melalui jalur:
1. Membaca dan menelaah ulang (review) teori dan konsep-konsep yang membahas variabel-variabel penelitian dan hubungannya dengan proses berfikir deduktif.
2. Membaca dan mereview temuan-temuan penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan penelitian lewat berfikir induktif.
Dalam menggali hipotesis, peneliti harus:
1) Mempunyai banyak informasi tentang masalah yang ingin dipecahkan dengan jalan banyak membaca literatur-literatur yang ada hubungannya dengan penelitian yang sedang dilaksanakan.
2) Mempunyai kemampuan untuk memeriksa keterangan tentang tempat-tempat, objek-objek serta hal-hal yang berhubungan satu sama lain dalam fenomena yang sedang diselidiki.
3) Mempunyai kemampuan untuk menghubungkan suatu keadaan dengan keadaan lainnya yang sesuai dengan kerangka teori ilmu dan bidang yang bersangkutan.
Good dan Scates memberikan beberapa sumber untuk menggali hipotesis:
1) Ilmu pengetahuan dan pengertian yang mendalam tentang ilmu
2) Wawasan serta pengertian yang mendalam tentang suatu wawasan
3) Imajinasi dan angan-angan
4) Materi bacaan dan literatur
5) Pengetahuan kebiasaan atau kegiatan dalam daerah yang sedang diselidiki.
6) Data yang tersedia
7) Kesamaan.
Sebagai kesimpulan, maka beberapa petunjuk dalam merumuskan hipotesis dapat diberikan sebagai berikut :
1) Hipotesis harus dirumuskan secara jelas dan padat serta spesifik.
2) Hipotesis sebaiknya dinyatakan dalam kalimat deklaraif dan berbentuk pernyataan.
3) Hipotesis sebaiknya menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel yang dapat diukur.
4) Hendaknya dapat diuji
5) Hipotesis sebaiknya mempunyai kerangka teori.
Terhadap hipotesis yang sudah dirumuskan peneliti dapat bersikap dua hal yakni :
1. Menerima keputusan seperti apa adanya seandainya hipotesisnya tidak terbukti (pada akhir penelitian).
2. Mengganti hipotesis seandainya melihat tanda-tanda tanda bahwa data yang terkumpul tidak mendukung terbuktinya hipotesis (pada saat penelitian berlangsung).
Untuk mengetahui kedudukan hipotesis antara lain:
1. Perlu di uji apakah ada data yang menunjuk hubungan variabel penyebab dan variabel akibat.
2. Adakah data yang menunjukkan bahwa akibat yang ada, memang ditimbulkan oleh penyebab itu.
3. Adanya data yang menunjukkan bahwa tidak ada penyebab lain yang bisa menimbulkan akibat tersebut.
Apabila ketiga hal tersebut dapat dibuktikan, maka hipotesis yang dirumuskan mempunyai kedudukan yang kuat dalam penelitian.
G.E.R brurrough mengatakan bahwa penelitian berhipotesis penting dilakukan bagi :
1. Penelitian menghitung banyaknya sesuatu
2. Penelitian tentang perbedaan
3. Penelitian hubungan.

F. KARAKTERISTIK HIPOTESIS
Sesudah hipotesis untuk semntara dirumuskan maka, sebelum pengujian yang sebenarnya dilakukan, potensi hipotessi itu sebagai alat penelitian harus dinilai terlebih dahulu. Hipotesis harus memenuhi kriteria penerimaan tertentu. Harga terakhir suatu hipotesis tidak dapat dinilai sebelum dilakukan pengujian empiris, namun ada beberapa kriteria tertentu yang dapat memberikan ciri hipotesis yang baik. Peneliti hendaknya menggunakan kriteria-keriteria tersebut untuk menilai kelayakan hipotesis yang diajukan.
1. Hipotesis harus mempunyai daya penjelas
Suatau hipotesis harus merupakan penjelasan yang mungkin mengenai apa yang seharusnya diterangkan. Ini adalah ktriteria yang sudah jelas dan penting. Sebagi contoh, misalkan anda mencoba menstater mesin mobil anda, ternyata mesin tidak mau hidup. Hipotesis yang menyatakan bahwa mesin tidak mau hidup karena anda membiarkan air dikamar madi mengalir keselokan, bukan merupakan penjelasan tepat. Hipotesis yang mengatakan bahwa akinya mati adalah penjelasan yang tepat dan perlu diuji.
2. Hipotesis harus menyatakan hubungan yang diharapkan ada diantara variabel-variabel
Suatu hipotesis harus menerka atau menduga hubungan antara dua atau lebih variabel. Dalam contoh kita diatas, tidak ada gunanya kita menyatakan bahwa “mesin mobil tersebut tidak akan hidup dan mesin mobil itu mempiunyai jaring-jaring kabel”. Karena sama sekali tidak ada hubungan antara variabel-variabel yang disebutkan itu. Sehingga tidak ada hubungan yang akan diajukan untuk diuji. Hipotesis yang baik akan berbunyi “mesin mobil tidak mau hidup karena ada ketidak bersan pada jaringan kabelnya”. Kelihatannya kriteria ini sangat jelas tetapi lihat pernyataan berikut ini apabila anak-anak berbeda satu sama lain dalm konsep diri, mereka akan berbeda satu sama lain pula dalam hasil belajar ilmu pengetahuan sosial. Pernyataan ini tampaknya seperti suatu hipotesis, sampai anda sadar bahwa tidak ada pernyataan apapun tentang hubungan yang diharapkan.
Hubungan yang diharapkan dapat dituliskan dalam bentuk pernyataan konsep diri yang tinggi mungkin merupakan penyebab hasil belajar yang lebih tinggi dalam bidang ilmu pengetahuan sosial. Hipotesis itu kemudian dirumuskan akan terdapat hubungan positif atara konsep diri dan hasil belajar ilmu pengetahuan sosial. Jika yang diramalkan adalah yang sebaliknya yakni konsep diri yang lebih tinggi menjurus pada hasil belajar ilmu pengetahuan sosial yang lebih rendah, maka hipotesis itu akan berbunyi akan terdapat hubungan negatif antara konsep diri dan hasil belajar ilmu pengetahuan sosial. Kedua pernyataan itu masing-masing akan memenuhi kriteria yang kedua ini.

3. Hipotesis harus dapat diuji
Dikatakan bahwa sifat terpenting dari hiotesis yang baik adalah kemampuannya untuk diuji. Suatu hipotesis yang dapat diuji berarti daat ditahkikan (verifiable) artinya, deduksi, kesimpulan, dan prakiraan dapat ditarik dari hipotesis tersebut sedemikian rupa, sehingga dapat dilakukan pengamatan empiris yang akan mendukung atau tidak mendukung hipotesis tersebut. Kalau hipotesis ini benar, maka beberapa akibat tertentu yang dpaat diramalkan harus tampak nyata. Hipotesis yang dapat diuji memungkinkan peneliti menetapkan, berdasarkan pengamatan, apakah akibat yang tersirat secara deduktif itu benar-benar terjadi atau tidak. Kalau tidak demikian tidak mungkin kita akan dapat mengukuhkan atau tidak mengkuhakan hipotesis tersebut. Dalam contoh kita, hipotesis yang berbunyi “kerusakan mesin mobil itu adalah hukuman dosa-dosa saya“ rupanya tidak dapat diuji didunia ini.
Banyak hipotesis tau proposisi (pernyataan) yang pada dasarnya tidak dapat diuj. Misalnya hipotesis pendidikan taman kanak-kanak meningkatkan penyesuaian diri anak sekolah dasar secara menyeluruh“ akan sangat sulit diuji karaena sangat sulit merumuskan dan mengukur penyesuaian diri secara menyeluruh ini. Contoh yang lain hipotesis yang berbunyi “penggunaan karya Ditto dalam mata pelajaran seni, mematikan kreatifitas seni anak“, dalam hal ini kesulitan itu dapat berupa perumusan dan pengukuran kreativitas seni, disamping petnetapan kriteria untuk mentukan apakah telah terjadi proses pematian kreativitas atau tidak.
Agar dapat diuji hipotesis harus menghubungkan variabel-variabel yang dapat diukur. Apabila tidak terdapat alat atau cara untuk mengukur variabel-variabel itu, maka kita tidak mungkin dapat mengumpulkan data yang diperlukan untuk menguji validitas hipotesis tersebut. Ini tidak melebih-lebihkan, jika peneliti dapat merumuskan secara spesifik indikator tiap-tiap variabel dan kemudian mengukur variabel-variabel ini, maka hipotesis itu tidak dapat diuji.
Indikator variabel tersebut disebut batasan operasional. Seperti telah diterangkan sebelumnya batasan operasional adalah batasan yang menetapkan suatu variabel dengan menyatakan opresi atau prosedur yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Sebagai contoh hipotesis yang berbunyi “ada hubungan positif antara rasa harga diri anak dan hasuil belajar membacanya di kelas satu”. Agar hipotesis ini memenuhi kriteria dapat diterima, maka variabel-variabel dalam hipotesis ini harus didefenisikan secara operasional. Rasa harga diri mungkin dirumuskan sebgai skor yang diperoleh pada skal harga diri (menurut Coppersmith), sedangkan hasil belajar memvbaca dirumuskan sebagai skor yang diperoleh pada tes membaca dari california atau penilaian hasil belajar membaca yang dilakukan oleh guru-guru kelas satu.
Pertimbangan pertama dalam perumusan hipotesis adalah memastikan vabhwa variabel-variabel dalam hipotesis tersebut telah diberi batasan secara operasional. Hindarilah pemakaian pengertian yang akan sulit atau tidak mungkin diukur secara memadai. Pengertian-pengertian seperti kreativitas, otoriterisme, demokrasi, dan sebagainya telah mempunyai arti yang macam-macam, sehingga kesepakatan mengnai batasan-batasanoperasioanl konsep semacam itu akan sulit dicapai, atau bahkan tidak mungkin salma sekali. Ingatlah bahwa variabel harus dirumuskan berdasarkan tingkah laku yang dapat diidentifikasi dan diamati.
Perlu dihindari adanya pernyataan nilaidalam hipotesis. Pernyataan seperti suatu program penyulahan di sekolah dasar sangat diperlukan tidak dapat diselidiki dalam studi penelitian. Akan tetapi hipotesis murid-murid SD yang telah menerima penyuluhan akan mengungkapkan secara lisan rasa puas yang lebih besar terhadap sekolah mereka dari pada mereka yang tidak menerima penyuluhan, ini merupakan hipotesis yang dapat diuji. Kita dapat mengukur kepuasan secara lisan, tetapi apakah haltersebut diperlukan atau tidak, hal tersebut merupakan pertimbangan nilai.

4. Hipotesis hendaknya konsisten dengan pengetahuan yang sudah ada
Hipotesis yang dikemukakan hendaknya tidak bertentangan dengan hipotesis, teori, dan hukum-hukum yang sebelumnya sudah mapan. Hipotesis “mobil saya tidak mau hidup karena air akinya berubah menjadi emas“, pernytaan ini memenuhi tiga kriteria yang pertama, tetapi bertentangan dengan apa yang diketahui orang tentang sifat-sifat benda, sehingga orang tidak akan menyelidiki hipotesis tersebut. Hipotesis “mobil itu tidak mau hidup karena air akinya telah meluap sampai ketingkat rendah” sesuai atau konsisten dengan pengetahuan sebelumnya, dan karena itu perlu diselidiki. Mungkin tidak akan ada gunanya membuat hipotesis tentang tiadak adanya hubungan antara konsep diri anak-anak remaja dan kecepatan pertumbuhan badan mereka, karena bukti-bukti yang mendukung hubungan semacam itu sudah terlalu banyak.
Didalam sejarah ilmu pengetahuan diketahui bahwa orang-orang seperti Einstein, Newton, Darwin, Copernicus, dan lain-lainnya telah mengmabngkan hipotesis yang benar-benar revolusioner dan bertentangan dengan pengetahuan yang telah diterima orag pada masa itu. Tetapi, harus diingat bahwa karya para pelopor itu bukan merupakan penolakan sama sekali terhadap pengethuan sebelumnya, karena penemuan mereka merupakan penataan kembali pengetahuan terdahulu menjadi teori yang lebih memuaskan. Dalam banyak hal, terutama bagi peneliti pemula, dianjurkan agar hipotesis yang akan dibuat disesuaikan dengan pengetahuan yang sudah mapan dibidang itu. Sekali lagi, hal ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan kepustakaan yang mendalam, sehingga hipotesis-hipotesis itu akan dapat dirumuskan berdasarkan penelitian-penelitian dibidang tersebut yang telah dilaporkan sebelumnya.

5. Hipotesis hendaknya dinyatakan sesederhana dan seringkas mungkin
Menyatakan hipotesis secara sederhana bukan saja memudahkan pengujian hipotesis tersebut, melainkan juga dapat menjadi dasar bagi enyusunan laporan yang jelas dan mudah dimengerti pada akhir penyelidikan. Seringkali kita perlu memecah hipotesis yang sangat umum menjadi beberapa hipotesis khusus, agar menjadi jelas dan dapat diuji. Juga disarankan agar bahasa atau istilah yang dipakai dalam hipotesis tersebut sederhana, sehingga dapat diterima untuk menyampaikan maksud yang dikehendaki.
Banyak rumusan hipotesis yang ditolak sesudah diuji secara empiris. Hipotesis tersebut adalah ramalan yang tidak didukung oleh data. Dalam sejarah enelitian ilmiah, hipotesis yang tidak berhasil didukung oleh data jauh lebih banyak dari pada hipotesis yang didukung oleh data. Para peneliti yang telah berpengalaman sadar bahwa hipotesis yang ditolak itu merupakan bagian dari pengalaman ilmiah yang telah diperkirakan dan juga berguna. Hipotesis yang ditolak itu dapat menyebabkan ditinjaunya kembali teori itu dan sering dapat meberikan keterangan yang lebih dekat danlebih besar mengenai keadaan yang sebenarnya.
Hipotesis yang tidak didukung oleh data apapun mungkin ada gunanya, karena hipotesis tersebut menunjukkan perlunya dipertimbangkan aspek-aspek lain dari suatu masalah. Dengan demikian dapat membawa peneliti selangkah lebih dekat kepada penjelasan yang dapat diterima. Dalam merumuskan hipotesis yang pertama harus diperhatikan adalah menghindari kekaburan atau ketidakjelasan.
Meskipun suatu hipotesis telah mendapat dukungan data, tidak berarti bahwa hipotesis tersebut terbukti benar, kecuali dalam hal induksi sempurna. Hipotesis tidak pernah terbukti. Hipotesis hanya dapat dinyatakan didukung atau tidak didukung oleh data. Hipotesis pada dasarnya bersifat mungkin, bukti-bukti empiris yang diperoleh dapat membuat peneliti berkesimpulan bahwa penjelasan tersebut mungkin benar, atau bahwa ia pantas menerima hipotesis tersebut, tetapi tidak pernah membuktikan hipotasis.

G. MENGUJI HIPOTESIS

Sesudah hipotesis dirumuskan, hipotesis tersebut kemudian diuji secara empiris dan tes logika. Untuk menguji suatu hipotesis, peneliti harus:
1. Menarik kesimpulan tentang konsekuensi-konsekuensi yang akan dapat diamati apabila hipotesis tersebut benar.
2. Memilih metode-metode penelitian yang mungkin pengamatan, eksperimental, atau prosedur lain yang diperlukan untuk menunjukkan apakah akibat-akibat tersebut terjadi atau tidak.
3. Menerapkan metode ini serta mengumpulkan data yang dapat dianalisis untuk menunjukkan apakah hipotesis tersebut didukung oleh data atau tidak.
Prosedur pengujian hipotesis statistik adalah langkah-langkah yang digunakan dalam menyelesaikan pengujian hipotesis tersebut. Langkah-langkah pengujiannnya adalah:
1. Menentukan Formulasi Hipotesis
Formulasi atau perumusan hipotesis statistik dapat dibedakan atas dua jenis yaitu Hipotesis Nol (nihil) yang disingkat Ho, dan Hipotesis Alternatif (tandingan) yang disingkat Ha.
2. Menentukan Taraf Nyata (Significant Level)
Taraf nyata adalah besarnya batas toleransi dalam menerima kesalahan hasil hipotesis terhadap nilai parameter popolasinya. Taraf nyata disimbol dengan , Semakin tinggi taraf nyata maka semakin tinggi tinggi pula penolakan hipotesis nol atau hipotesis yang diuji, padahal hipotesis nol benar.
Besarnya nilai taraf nyata tergantung pada keberanian pembuat keputusan yang dalam hal ini berapa besarnya kesalahan yang akan ditolerir .
Nilai yang dipakai sebagai taraf nyata digunakan untuk menentukan nilai distribusi yang digunakan pada pengujian, misalnya distribusi normal, distribusi t, dan distribusi chi kuadrat. Nilai ini telah disediakan dalam table yang disebut nilai kritis.
3. Menentukan criteria pengujian
Kriteria pengujian adalah bentuk pembuatan keputusan dalam menerima atau menolak hipotesis nol, dengan cara membandingkan table distribusinya dengan nilai uji statistiknya, sesuai dengan bentuk pengujiannya.
4. Menentukan nilai Uji Statistik
Uji statistik merupakan rumus-rumus yang berhubungan dengan distribusi tertentu dalam pengujian hipotesis. Uji statistik merupakan perhitungan untuk menduga parameter data sampel yang diambil secara random dari sebuah populasi.
5. Membuat kesimpulan
Pembuatan kesimpulan merupakan penetapan keputusan dalam hal penerimaan atau penolakan hipotesis nol (Ho), sesuai dengan kriteria pengujiannnya.



DAFTAR PUSTAKA


Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktika. Jakarta: Rineka Cipta
Furchan, Arief.1982. Pengantar Dalam Penelitian Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional
Hasan, Iqbal. 2001. Pokok-pokok materi Statistik 2 (Statistik Infrensif) Edisi ke-2. Jakarta: Bumi Aksara
Margono. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan. Semarang: Rineka Cipta
Sugiono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R &D. Bandung: Alfabeta
Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: Bumi Aksara

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenis-jenis Penelitian

Penelitian dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis penelitian, diantaranya: Penelitian kualitatif (termasuk penelitian historis dan deskriptif)adalah penelitian yang tidak menggunakan model-model matematik, statistik atau komputer. Proses penelitian dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan digunakan dalam penelitian. Asumsi dan aturan berpikir tersebut selanjutnya diterapkan secara sistematis dalam pengumpulan dan pengolahan data untuk memberikan penjelasan dan argumentasi.

Kontak Kami

NAMA EMAIL PERIHAL KOMENTAR UP LOAD FILE Image Verification Ketik kode di samping : [ Refresh ]