Langsung ke konten utama

GAGNE

Ada tulisan menarik yang dikemukakan Bell (1978) dalam Fajar Shadiq (2007) berikut ini: “Understanding of theories about how people learn and the ability to apply these theories in teaching mathematics are important prerequisites for effective mathematics teaching. 


” Apa yang dikemukakan Bel di atas, menunjukkan kepada para guru akan pentingnya pemahaman teori-teori yang berkait dengan bagaimana para siswa belajar dan bagaimana mengaplikasikan teori tersebut di kelasnya masing-masing.
 

Robert M. Gagne yang lahir pada tahun 1916 adalah seorang ahli psikolog pendidikan yang telah mengembangkan suatu pendekatan perilaku yang elektik mengenai psikologi. Salah satunya adalah teori pembelajaran yang didasarkan pada model pemrosesan informasi. 

Dalam memahami belajar, Gagne tidak memperhatikan apakah prosesn belajar tadi terjadi melalaui penemuan (discovery) atau proses penerimaan (reception) sebagaimana diperkenalkan oleh Bruner dan Ausubel. Menurutnya yang terpenting adalah kualitas, penetapan (daya simpan) dan kegunaan belajar.
 
Dalam rangka proses pembelajaran guru dapat menyusun program guru dapat menyusun program pembelajaran yang cocok dengan tahap dan fase pembelajaran. Teori belajar menurut menurut Gagne, lebih menitikberatkan pada operasionalisasi konsep belajar kumulatif dan memberikan mekanisme untuk merancang pembelajaran dan sederhana ke kompleks.

1. Hakikat Belajar Menurut Gagne
 
Ada beberapa hal yang melandasi pandangan Gagne tentang belajar. menurutnya belajar bukan merupakan proses tunggal melainkan proses luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku, dimana tingkah laku itu merupakan proses kumulatif dari belajar. Artinya banyak keterampilan yang dipelajari memberikan sumbangan bagi belajar keterampilan yang lebih rumit.
 
Dalam Ade Rusliana (2007), Gagne (1972) mendefinisikan belajar adalah mekanisme dimana seseorang menjadi anggota masyarakat yang berfungsi secara kompleks. Kompetensi itu meliputi skill, pengetahuan, attitude (perilaku), dan nilai-nilai yang diperlukan oleh manusia, sehingga belajar adalah hasil dalam berbagai macam tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas atau outcome. 

Menurut Gagne belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil dari efek belajar yang kumulatif (Gagne, 1968). Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa belajar itu bukan proses tunggal. Belajar menurut Gagne tidak dapat didefinisikan dengan mudah, karena belajar bersifat kompleks.
 
Hasil belajar merupakan kapabilitas. Setelah belajar, orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut berasal dari (1) stimulasi yang berasal dari lingkungan; dan (2) proses kognitif yang dilakukan siswa. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi menjadi kapabilitas baru. Juga dikemukakan bahwa belajar merupakan factor yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan, perkembangan tingkah laku merupakan hasil dari aspek kumulatif belajar.
 
Berdasarkan pandangan ini Gagne mendefenisikan pengertian belajar secara formal bahwa belajar adalah perubahan dalam disposisi atau kapabilitas manusia yang berlangsung selama satu masa waktu dan tidak semata-mata disebabkan oleh proses pertumbuhan. Perubahan itu berbentuk perubahan tingkah laku. Hal itu dapat diketahui dengan jalan membandingkan tingkah laku sebelum belajar dan tingkah laku yang diperoleh setelah belajar. 

Perubahan tingkah laku dapat berbentuk perubahan kapabilitas jenis kerja atau perubahan sikap, minat atau nilai. Perubahan itu harus dapat bertahan selama periode waktu dan dapat dibedakan dengan perubahan karena pertumbuhan, missal perubahan tinggi badan atau perkembangan otot dan lain-lain (Margaret G. Bell dalam Panen, Paulina dkk, 1999)

2. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. 

Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
 
Model Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik. (Asnaldi, Arie, 2008 dan Azhie, 2008)
Model pemrosesan informasi dapat digambarkan dengan kumpulan kotak-kotak yang dihubungkan dengan garis-garis. Kotak-kotak itu menggambarkan fungsi-fungsi atau keadaan sistem dan garis-garis menggambarkan transformasi yang terjadi dari suatu keadaan ke keadaan yang lain.


Bagan 1. Model Permrosesan Informasi
(Sumber Gagne, 1985 dalam Dahar R.W. 1989)


3. Proses Kognitif dalam Belajar
   
Menurut Gagne ada sembilan tahap pengolahan (proses) kognitif yang terjadi dalam belajar yang kemudian disebut “fase-fase belajar”. Fase-fase belajar ini kemudian digolongkan ke dalam (1) fase persiapan; (2) fase perolehan dan perbuatan; dan (3) alih belajar. 

Kesembilan tahapan atau fase belajar ini harus dilakukan secara berurutan dan setiap tahap belajar perlu didukung oleh suatu peristiwa pembelajaran tertentu agar pada setiap fase belajar menghasilkan suatu aktifitas (proses belajar) yang maksimal dalam diri si belajar. 

Fase-fase belajar ini sangat penting karena selalu ada dalam setiap tindakan belajar dan digunakan secara berlainan pada ragam belajar yang berlainan pula. Adapun hubungan fase-fase belajar dan sembilan peristiwa pembelajaran dapat dilihat melalui diagram berikut:

Proses Belajar Peristiwa Pembelajaran

Perhatian
1. Memberi perhatian

Pengharapan
2. Menjelaskan tujuan belajar pada siswa

Membangkitkan Ingatan
3. Merangsang ingatan

Persepsi Seleksi
4. Menyajikan materi perangsang

Penyimpanan dalam Memori Jangka Panjang 5. Memberi bimbingan belajar

Respon
6. Menampiljan kemampuan

Reinforcement
7. Membentuk umpan balik
8. Menilai kemampuan

Retrival
9. Meningkatkan retensi dan transfer

Bagan 2. Peristiwa Pembelajaran yang Mendukung Setiap Fase Belajar
(Sumber Gagne dan M. Driscoll 1988 dalam Paulina Panen, 1999)

4. Kejadian-kejadian Belajar
Bertitik tolak dari model pemrosesan informasi (Bagan 1), Gagne mengemukakan delapan fase dalam suatu tindakan belajar. Fase-fase itu merupakan kegiatan eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa atau guru. Bagan 3 menunjukkan satu tindakan belajar menurut Gagne. Setiap fase diberi nama dan di bawah masing-masing fase terlihat satu kotak yang menunjukkan proses internal utama, yaitu kejadian belajar, selama fase itu.

Fase pengenalan
    Perhatian
Fase perolehan
   Koding;Mulai Penyimpanan
Fase retensi
   Penyimpanan Memori
Fase pemanggilan
   Pemanggilan
Fase generalisasi
   Transfer
Fase penampilan
   Pemberian Respon
Fase umpan balik
   Reinforcement
 
Bagan 3. Kejadian-kejadian Belajar
(Sumber Ratna W. Dahar, 1989: Teori-Teori Belajar)

a. Fase Motivasi
Siswa harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan bahwa belajar siswa belajar akan memperoleh hadiah atau imbalan akan usahanya untuk belajar.

b. Fase Pengenalan
Siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang esensial dari suatu kejadian instruksional, jika belajar akan terjadi.
 
c. Fase Perolehan
Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, maka ia telah siap untuk menerima pelajaran. Informasi disajikan. Informasi itu diubah menjadi bentuk yang bermakna yang dihubungkan dengan informsi yang telah ada dalam memori siswa. Siswa dapat membentuk gambaran-gambaran mental dari informasi itu atau membentuk asosiasi baru antara informasi baru dan informasi lama.
 
d. Fase Retensi
Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali (rehearsal), praktek (practice), elaborasi, dll.
 
e. Fase Pemanggilan (Recall)
Bagian penting dalam belajar adalah memperoleh hubungan dengan apa yang telah dipelajari, yaitu dengan memanggil (recall) informasi.
 
f. Fase Generalisasi
Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan di luar konteks dimana informasi itu dipelajari. Jadi, generalisasi atau transfer informasi pada siruasi-situasi baru merupakan fase kritis dalam belajar.
 
g. Fase Penampilan
Para siswa harus memperlihatkan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui penampilan yang tampak.
 
h. Fase Umpan Balik
Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka, yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan.



5. Aplikasi Teori Belajar Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran
 
Teori belajar pengolahan informasi termasuk dalam lingkup teori kognitif yang mengemukakan bahwa teori belajar adalah proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat pada situasi tertentu. Namun, memori kerja manusia mempunyai kapasitas yang terbatas. Menurut Gagne, untuk mengurangi muatan kerja bentuk pengetahuan yang dipelajari dapat berupa; proporsi, produksi, dan mental images. 

Teori Gagne dan Briggs mempreskripsikan adanya: (1) kapasitas belajar; (2) peristiwa pembelajaran; (3) pengorganisasian/urutan pembelajaran. Mengenai kapabilitas belajar kaitannya dengan belajar untuk kerja dirumuskan oleh Gagne sebagai berikut (Degeng, 1989 dalam Asri Budiningsih 2004):

No Kapabilitas Belajar Untuk Kerja
1 Informasi Verbal Menyatakan informasi
 
2 Kemampuan intelektual Menggunakan simbol untuk berinteraksi dengan lingkungan.
 
- Diskriminasi Membedakan perangsang yang memiliki dimensi fisik yang berlainan.
 
- Konsep konkret Mengidentifikasi contoh-contoh konkret
 
- Konsep abstrak Mengklasifikasi contoh-contoh dengan menggunakan ungkapan verbal atau defenisi.
 
- Kaidah Menunjukkan aplikasi suatu kaidah
 
- Kaidah tingkat lebih tinggi Mengembangkan kaidah baru untuk memecahkan masalah.
 
3 Strategi Kognitif Mengembangkan cara-cara baru untuk memecahkan masalah. Menggunakan berbagai cara untuk mengontrol proses belajar dan/atau berpikir.
 
4 Sikap Memilihi berperilaku dengan cara tertentu
 
5 Keterampilan Motorik Melakukan gerakan tubuh yang luwes, cekatan serta dengan urutan yang benar.
 
Bagan 4. Kapabilitas belajar kaitannya dengan untuk kerja
(Degeng, 1989 dalam Asri Budiningsih 2004):

Dalam mengorganisasikan pembelajaran, perlu dipertimbangkan ada tidaknya prasyarat belajar untuk suatu kapabilitas, apakah siswa telah memiliki prasyarat belajar yang diperlukan. Ada prasyarat belajar utama yang harus dikuasai siswa dan aada prasyarat belajar pendukung yang dapat memudahkan belajar. Pengorganisasian pembelajaran kapabilitas belajar meliputi: (1) Pengorganisasian pembelajaran ranah keterampilan intelektual; (2) Pengorganisasian pembelajaran ranah invormasi verbal; (3) Pengorganisasian pembelajaran ranah strategi kognitif; (4) Pengorganisasian pembelajaran ranah sikap; dan (5) Pengorganisasian pembelajaran ranah keterampilan motorik.

6. Taksonomi Gagne
 
Selama ini kita merumuskan kompetensi dasar berdasarkan taksonomi Bloom dengan tiga domainnya, yaitu: domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotor. Padahal Gagne mengembangkan pula tujuan-tujuan belajar yang dikenal dengan taksonomi Gagne. (Nyimas Aisyah dkk., 2007)
 
Menurut Gagne tingkah laku manusia yang sangat bervariasi dan berbeda dihasilkan dari belajar. Kita dapat mengklasifikasikan tingkah laku sedemikian rupa sehingga dapat diambil implikasinya yang bermanfaat dalam proses belajar. Gagne mengemukakan bahwa keterampilan-keterampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan-kemampuan atau disebut juga kapabilitas.
 
Kapabilitas merupakan kemampuan yang dimiliki manusia karena ia belajar. Kapabilitas dapat diibaratkan sebagai tingkah laku akhir dan ditempatkan pada puncak membentuk suatu piramida. Misalnya seseorang tidak akan dapat menyelesaikan tugasnya apabila tidak terlebih dahulu mengerjakan tugas a dan b. Piramida tersebut digambarkan sebagai berikut:
 
Akan tetapi untuk menyelesaikan tugas a seseorang mesti menyelesaikan tugas c dan d terlebih dahulu, sedangkan untuk tugas b, seseorang itu harus menyelesaikan terlebih dahulu tugas e, f, dan g. Agar lebih jelas, perhatikanlah gambar berikut:
Gagne mengemukakan 5 macam hasil belajar atau kapabilitas tiga bersifat kognitif, satu bersifat afektif dan satu bersifat psikomotor. Gagne membagi hasil belajar menjadi lima kategori kapabilitas sebagai berikut :
 
1. Informasi verbal
 
Kapabilitas informasi verbal merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan secara lisan pengetahuannya tentang fakta-fakta. Informasi verbal diperoleh secara lisan, membaca buku dan sebagainya. Informasi ini dapat diklasifikasikan sebagai fakta, prinsip, nama generalisasi. Contoh, siswa dapat menyebutkan dalil Phytagoras yang berbunyi, “pada segitiga siku-siku berlaku kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat sisi-sisi siku-sikunya.
 
2. Keterampilan Intelektual
 
Kapabilitas keterampilan intelektual merupakan kemampuan untuk dapat memperbedakan, menguasai konsep, aturan, dan memecahkan masalah. Kemampuan-kemampuan tersebut diperoleh melalui belajar. Kapabilitas keterampilan intelektual menurut Gagne dikelompokkan dalam 8 tipe belajar yaitu, belajar isyarat, belajar stimulus respon, belajar rangkaian gerak, belajar rangkaian verbal, belajar memperbedakan, belajar pembentukan konsep, belajar pembentukan aturan, dan belajar pemecahan masalah. Tipe belajar tersebut terurut kesukarannya dari yang paling sederhana (belajar isyarat) sampai kepada yang paling kompleks belajar pemecahan masalah.
 
a. Belajar Isyarat (Sinyal)
 
Belajar isyarat adalah belajar yang tidak diniati atau tanpa kesengajaan, timbul sebagai akibat suatu rangsangan (stimulus) sehingga menimbulkan suatu respon emosional pada individu yang bersangkutan. Sebagai contoh, sikap guru yang sangat menyenangkan siswa, dan membuat siswa yang mengikuti pelajaran guru tersebut menyenangi pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut.
 
b. Belajar stimulus respon
 
Belajar stimulus respon adalah belajar untuk merespon suatu isyarat, berbeda dengan pada belajar isyarat pada tipe belajar ini belajar yang dilakukan diniati atau sengaja dan dilakukan secara fisik. Belajar stimulus respon menghendaki suatu stimulus yang datangnya dari luar sehingga menimbulkan terangsangnya otot-otot kemudian diiringi respon yang dikehendaki sehingga terjadi hubungan langsung yang terpadu antara stimulus dan respon.
 
c. Belajar rangkaian gerak (Chaining Motorik)
 
Belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah terurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus respon. Setiap stimulus respon dalam suatu rangkaian berhubungan erat dengan stimulus respon yang lainnya yang masih dalam rangkaian yang sama.
 
d. Belajar Asosiasi / rangkaian verbal (Chaining Verbal)
 
Kalau tadi pada belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah, maka pada belajar rangkaian verbal merupakan perbuatan lisan. Jadi, belajar rangkaian verbal adalah perbuatan lisan terurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus respon. Setiap stimulus respon dalam satu rangkaian berkaitan dengan stimulus respon lainnya yang masih dalam rangkaian yang sama.
 
e. Belajar memperbedakan / diskriminasi jamak (Multiple Discrimination)
 
Belajar memperbedakan adalah belajar membedakan hubungan stimulus respon sehingga bisa memahami bermacam-macam objek fisik dan konsep, dalam merespon lingkungannya, anak membutuhkan keterampilan-keterampilan sederhana sehingga dapat membedakan suatu objek dengan objek lainnya, dan membedakan satu simbol dengan simbol lainnya.
 
f. Belajar Pembentukan Konsep (Concept Learning)
 
Belajar Pembentukan Konsep adalah belajar mengenal sifat bersama dari benda-benda konkret, atau peristiwa untuk mengelompokkan menjadi satu. Untuk hal-hal tertentu belajar pembentukan konsep merupakan lawan dari belajar memperbedakan. Belajar memperbedakan menginginkan anak dapat membedakan objek-objek berdasarkan karakteristiknya yang berlainan, sedangkan belajar pembentukan konsep menginginkan agar anak dapat mengklasifikasikan objek-objek ke dalam kelompok-kelompok yang memiliki karakteristik sama.
 
g. Belajar Pembentukan Aturan / Kaidah (Rule Learning)
 
Aturan terbentuk berdasarkan konsep-konsep yang sudah dipelajari. Dalam belajar pembentukan aturan memungkinkan anak untuk dapat menghubungkan dua konsep atau lebih.
 
h. Belajar memecahkan masalah (Problem solving)
 
Belajar memecahkan masalah adalah tipe belajar yang lebih tinggi derajatnya dan lebih kompleks daripada tipe belajar aturan (rule learning). Pada tiap tipe belajar memecahkan masalah, aturan yang telah dipelajari terdahulu untuk membuat formulasi penyelesaian masalah. (Aisyah, Nyimas, 2007 dan Winkel W.S. 2007)

3. Strategi Kognitif
 
Kapalilitas strategi kognitif adalah kemampuan untuk mengkoordinasikan serta mengembangkan proses berpikir dengan cara merekam, membuat analisis dan sintesis. Kapabilitas ini terorganisasikan secara internal sehingga memungkinkan perhatian, belajar, mengingat, dan berfikir anak terarah.
 
4. Sikap
 
Kapabilitas sikap adalah kecenderungan untuk merespon secara tepat terhadap stimulus atas dasar penilaian terhadap stimulus tersebut. Respon yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu objek mungkin positif mungkin pula negatif, hal ini tergantung kepada penilaian terhadap objek yang dimaksud, apakah sebagai objek yang penting atau tidak.
 
5. Keterampilan Motorik
 
Untuk mengetahui seseorang memiliki kapabilitas keterampilan motorik, kita dapat melihatnya dari segi kecepatan, ketepatan, dan kelancaran gerakan otot-otot, serta anggota badan yang diperlihatkan orang tersebut. Kemampuan dalam mendemonstrasikan alat-alat peraga matematika merupakan salah satu contoh tingkah laku kapabilitas ini. (Nyimas Aisyah dkk, 2007).


7. Hasil-hasil Belajar Menurut Gagne
 
Dalam suatu pembelajaran, tentunya terlebih dahulu dirumuskan Tujuan Instruksional Khsusus (TIK). Penyusunan TIK ini didasarkan pada Taksonomi Bloom tentang tujuan-tujuan perilaku, yang meliputi tiga domain, yaitu domain kognitif, domain afektif dandomain psikomotorik. Gagne mengemukakan ada lima macam hasil belajar, diantaranya tiga diantaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif dan satu bersifat psikomortorik.
 
Hasil belajar menurut Gagne meliputi informasi verbal, keterampilan intelektual, keterampilan motorik, sikap dan strategi kognitif. Kemampuan belajar ini menggambarkan kapabilitas dan untuk perbuatan (performance) yang berlainan.
  
1. Keterampilan Intelektual 

Kemampuan skill intelektual adalah kemampuan pembelajar yang dapat menunjukkan kompetensinya sebagai anggota masyarakat seperti; menganalisa berita-berita. Membuat keseimbangan keuangan, menggunakan bahasa untuk mengungkapkan konsep, menggunakan rumus-rumus matematika. Dengan kata lain ia tahu “Knowing how” (Ade Rusliana, 2007)
 
Keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan hidup, mempresentasikan konsep dan cabang. Keterampilan intelektual ini terdiri dari diskriminasi jamak, konsep kongkrit dan terdefenisi, kaidah dan prinsip.

PEMECAHAN MASALAH melibatkan pembentukan ATURAN-ATURAN TINGKAT TINGGI yang membutuhkan sebagai prasyarat-prasyarat
ATURAN-ATURAN Dan KONSEP - KONSEP TERDEFENISI Yang memerlukan sebagi prasyarat-prasyarat KONSEP - KONSEP KONKRIT Yang diperlukan sebagai prasyarat-prasyarat DISKRIMINASI - DISKRIMINASI
 
Bagan 6. Tingkat-tingkat Kompleksitas dalam Keterampilan Intelektual
 
(Sumber: Gagne, 1988 dalam R.W. Dahar, 1989)

2. Strategi-strategi Kognitif
 
Strategi Kognitf adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
Strategi kognitif adalah kemampuan yang mengontrol manajemen belajar si pembelajar mengingat dan berpikir. Cara yang terbaik untuk mengembangkan kemampuan tersebut adalah dengan melatih pembelajar memecahkan masalah, penelitian dan menerapkan teori-teori untuk memecahkan masalah ril dilapangan. Melalui pendidikan formal diharapkan pembelajar menjadi “self learner” dan “independent tinker”. (Ade Rusliana, 2007)
 
3. Informasi Verbal
 
Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan. Pemilikan informasi verbal memungkinkan individu berperanan dalam kehidupan.
 
Belajar informasi verbal merupakan kemampuan yang dinyatakan, seperti membuat label, menyusun fakta-fakta, dan menjelaskan. Kemampuan/untuk kerja dari hasil belajar, seperti membuat pernyataan, penyusunan frase, atau melaporkan informasi. (Ade Rusliana, 2007)
 
4. Sikap-sikap / Perilaku (Attitude)
 
Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek tersebut.
Perilaku (attitude) merupakan kemampuan yang mempengaruhi pilihan pembelajar (peserta didik) untuk melakukan suatu tindakan. Belajar mealui model ini diperoleh melalui pemodelan atau orang yang ditokohkan, atau orang yang diidolakan. (Ade Rusliana, 2007)
 
5. Keterampilan-keterampilan Motorik
 
Kemampuan Motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dan urutan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

8. Hirarki Belajar Menurut Gagne

Salah satu aspek yang penting dari teori yang dikemukakan Gagne yang patut diketahui dan dipahami para guru, yaitu suatu teori yang disebut dengan hirarki belajar (learning hierarchies) (Fadjar Shadiq, 2007). Konsep hirarki belajar, yaitu urut-urutan kemampuan yang harus dikuasai oleh pembelajar (peserta didik) agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih kompleks. (Ade Rusliana, 2007).
 
Para guru matematika, fisika, kimia, bahasa inggris ataupun mata pelajaran lainnya tentunya sudah mengalami sendiri bahwa satu Standar Kompetensi diajarkan mandahului Standar Kompetensi lainnya, dan satu Kompetensi Dasar diajarkan mandahului Kompetensi Dasar lainnya. 

Pada dasarnya, pengetahuan yang lebih sederhana harus dikuasai para siswa terlebih dahulu dengan baik agar ia dapat dengan mudah mempelajari pengetahuan yang lebih rumit. Pertanyaan yang sering muncul adalah mengapa suatu Standar Kompetensi harus diajarkan mendahului Standar Kompetensi lainnya? Atas dasar apa penentuan itu? Apakah hanya didasarkan pada kata hati para guru dan pakar saja?
 
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Gagne memberikan alasan pemecahan dan pengurutan materi pembelajaran dengan selalu menanyakan pertanyaan ini: “Pengetahuan apa yang lebih dahulu harus dikuasai siswa agar ia berhasil mempelajari suatu pengetahuan tertentu?”. Setelah mendapat jawabanya, ia harus bertanya lagi seperti pertanyaan yang di atas tadi untuk mendapatkan prasarat yang harus dikuasai dan dipelajari siswa sebelum ia mempelajari pengetahuan tersebut. 

Begitu seterusnya sampai didapatkan urut-urutan pengetahuan dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Dengan cara seperti itulah kita akan mendapatkan hirarki belajar. Apa yang dipaparkan di atas dapat diperjelas dengan tulisan Resnick dan Ford (1984) berikut ini: “A hierarchy is generated by considering the target task and asking: “ What would (this child) have to know and how to do in order to perform thisk task…?”
 
Karena itu, hirarki belajar menurut Gagne harus disusun dari atas ke bawah atau top down (Orton,1987). Dimulai dengan menempatkan kemampuan, pengetahuan, ataupun keterampilan yang menjadi salah satu tujuan dalam proses pembelajaran di puncak dari hirarki belajar tersebut, diikuti kemampuan, ketrampilan, atau pengetahuan prasyarat (prerequisite) yang harus mereka kuasai lebih dahulu agar mereka berhasil mempelajari ketrampilan atau pengetahuan di atasnya itu. Hirarki belajar dari Gagne memungkinkan juga prasyarat yang berbeda untuk kemampuan yang berbeda pula (Orton, 1987). Sebagai contoh, pemecahan masalah membutuhkan aturan, prinsip dan konsep-konsep terdefinisi sebagai prasyaratnya, yang membutuhkan konsep konkret sebagai prasyarat berikutnya, yang masih membutuhkan kemampuan membedakan (discriminations) sebagai prasyarat berikutnya lagi.
 
Menurut seorang guru SD, sering terjadi seorang anak, ketika membilang dengan benda konkret, ia mengucapkan “empat” padahal jarinya menunjuk benda ketiga atau malah benda kelima. Di tingkat perguruan tinggi, seorang mahasiswa tidak akan mungkin mempelajari integral rangkap tiga jika ia tidak memiliki bekal yang cukup tentang integral biasa. Tentunya hal yang sama akan terjadi di bangku SMP.
 
Dalam suatu pembelajaran, apabila para siswa yang mengalami kesulitan atau melakukan kesalahan, seorang guru hendaknya berpikir dengan jernih dalam menetapkan penyebab kesulitan maupun kesalahan siswa tersebut dan dapat menggunakan teori tentang hirarki belajar ini sebagai salah satu alat pentingnya. Seorang siswa tidak akan dapat mempelajari atau menyelesaikan tugas tertentu jika mereka tidak memiliki pengetahuan prasyaratnya. 

Karena itu, untuk memudahkan para siswa selama proses pembelajaran di kelas, proses tersebut harus dimulai dengan memberi kemudahan bagi para siswa dengan mengecek, mengingatkan kembali, dan memperbaiki pengetahuan-pengetahuan prasyaratnya. (Fajar Shadiq, 2007).

9. Model Pembelajaran Menurut Gagne
 
Peristiwa pembelajaran adalah aktifitas-aktifitas belajar yang menurut Gagne perlu diterpkan sebagaimana dalam fase-fase belajar. Ada sembilan peristiwa belajar yang menjadi model pembelajaran untuk meningkatkan kualitas belajar. Dengan penerapan model ini diharapkan hasil belajar dapat ditingkatkan atau dipertahankan.
 
Peritiwa pembelajaran diasumsikan sebagai cara-cara yang perlu diciptakan oleh guru dengan tujuan untuk mendukung proses-proses belajar (internal) di dalam diri siswa. Hakekat suatu peristiwa pembelajaran untuk setiap pembelajaran berbeda-beda, tergantung pada kapabilitas yang diharapkan atau harus dicapai sebagaimana hasil belajar. Kesembilan peristiwa pembelajaran yang ada pada setiap fase belajar dapat diuraikan sebagai berikut:
 
1. Membangkitkan Perhatian
 
Kegiatan paling awal dalam pembelajaran adalah menarik perhatian siswa agar siswa mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir pelajaran. Perhatian siswa dapat ditingkatkan dengan memberikan berbagai rangsangan sesuai dengan kognisi yang ada misalnya dengan perubahan gerak badan (berjalan, mendekati siswa, dll),perubahan suara, menggunakan berbagai media belajar yang dapat menarik perhatian siswa atau menyebutkan contoh-contoh yang ada di dalam dan di luar kelas, dan lain-lain.
 
2. Memberitahukan Tujuan Pembelajaran pada Siswa
 
Agar siswa mempunyai harapan dan tujuan selama belajar, maka pada siswa perlu dijelaskan apa saja yang akan dicapai selama pembelajaran dan jelaskan pula manfaat dari materi yang akan dipelajari dan tugas-tugas yang harus diselesaikan selama pembelajaran. Keuntungan menjelaskan tujuan adalah agar siswa dapat menjawab sendiri pertanyaan “apakah ia telah belajar?”, “apakah materi yang dipelajari telah dikuasai?”. Jawaban atas pertanyaan tersebut dapat membangkitkan harapan dalam diri siswa tentang kemampuan dan upaya yang harus dilakukan agar tujuannya tercapai.
 
3. Merangsang Ingatan pada Materi Prasyarat
 
Bila siswa telah memiliki perhatian dan pengharapan yang baik pada pelajara, guru perlu mengingatkan siswa tentang materi apa saja yang telah dikuasai sebelumnya dengan materi yang akan diajarkan. Dengan pengetahuan yang ada pada memori kerjanya, diharapkan siswa siap untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang lama dengan pengetahuan yang baru yang akan dipelajari. Ada banyak cara yang dapat dilakukan guru untuk mengingatkan siswa pada materi yang telah dipelajari misalnya dengan mengingatkan siswa pada topik-topik yang telah dipelajari dan memninta siswa untuk menjelaskannya secara singkat.
 
4. Menyajikan Bahan Perangsang
 
Hal ini dilakukan dengan cara menyajikan bahan kepada siswa berupa pokok-pokok materi yang penting yang bersifat kunci. Sebelum itu, guru harus menentukan bahan apa yang harus disajikan berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, atau belajar sikap. Berdasarkan jenis kemampuan atau bahan ini maka dapat dipilih bentuk kegiatan apa saja yang akan disajikan sehingga proses pembelajaran berjalan lancar. Misalnya, bila akan mengajarkan tentang sikap maka pilihlah bahan berupa model-model perilaku manusia. Bila akan mengajarkan keterampilan motorik maka demonstrasikanlah contoh bahan keterampilan tersebut dan tunjukkan caranya secara tepat.
 
5. Memberi Bimbingan Belajar
 
Bimbingan belajar diberikan dengan tujuan untuk membantu siswa agar mudah mencapai tujuan pelajaran atau kemampuan-kemampuan yang harus dicapainya pada akhir pelajaran. Misalnya bila siswa harus mengusai konsep-konsep kunci, maka berilah cara mengingat konsep-konsep tersebut misalnya dengan menjelaskan karakteritik dari setiap konsep. Bila siswa hrus menguasai keterampilan tertentu, maka bimbinglah dengan cara menjelaskan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menguasai keterampilan tersebut.
 
6. Menampilkan untuk Kerja
 
Untuk mengetahui apakah siswa telah memiliki kemampuan yang diharapkan, maka mintalah siswa untuk menampilkan kemampuannya dalam bentuk tindakan yang dapat diamati oleh guru. Misalny abila inging mengetahui kemampuan informasi verbal siswa maka berikan siswa pertanyaan-pertanyaan yang dapat diukur tingkat penguasaannya atau bila ingin mengetahui keterampilan siswa maka mintalah siswa untuk melakukan tindakan tertentu. Jawaban yang diberikan siswa hendaklah sesuai dengan kemampuan yang diminta dalam tujuan pembelajaran.
 
7. Memberikan Umpan Balik
 
Memberikan umpan balik merupakan fase yang terpenting. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, umpan balik diberikan secara informative dengan cara memberikan keterangan tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai siswa. Misalnya jelaskan jawaban siswa yang sudah benar dan yang perlu dilengkapi atau yang perlu dipelajari kembali oleh siswa dengan cara “sudah baik”, “pelajari kembali”, atau “lengkapi”, dll.
 
8. Menilai untuk Kerja
 
Merupakan peristiwa pembelajaran yang berfungsi menilai apakah siswa sudah mencapai tujuan atau belum. Untuk itu perlu dibuat alat penilaian yang konsisten dengan tujuan dan diharapkan mampu mengukur tingkat pencapaian belajar siswa.
 
9. Meningkatkan Retensi
 
Guru perlu memberikan latihan-latihan dalam berbagai situasi agar dapat menjamin bahwa siswanya dapat mengulangi dan menggunakan pengetahuan barunya kapan saja diperlukan. (Panen, Paulina dkk, 1999 dan Anonimous, 2007)

Dalam suatu pembelajaran, satu hal yang penting dan perlu ditanamkan dalam diri siswa adalah “kepercayaan diri”. Menurut 
Bandura seperti dikutip oleh Gagne dan Driscoll (1988: 70) seseorang yang memiliki sikap percaya diri tinggi cenderung akan berhasil bagaimana pun kemampuan yang ia miliki. Sikap di mana seseorang merasa yakin, percaya dapat berhasil mencapai sesuatu akan mempengaruhi mereka bertingkah laku untuk mencapai keberhasilan tersebut. Sikap ini mempengaruhi kinerja aktual seseorang, sehingga perbedaan dalam sikap ini menimbulkan perbedaan dalam kinerja. (Mambo, 2008)
 
Membantu siswa menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta menanamkan pada siswa gambaran diri positif terhadap diri sendiri. Menghadirkan seseorang yang terkenal dalam suatu bidang sebagai pembicara, memperlihatkan video tapes atau potret seseorang yang telah berhasil (sebagai model), misalnya merupakan salah satu cara menanamkan gambaran positif terhadap diri sendiri dan kepada siswa.
 
Salah satu cata untuk menumbuhkan kepercayaan dir pada siswa adalah dengan menggunakan seorang model. Menurut Martin dan Briggs (1986) dalam Mambo (2008) penggunaan model seseorang yang berhasil dapat mengubah sikap dan tingkah laku individu mendapat dukungan luas dari para ahli. Menggunakan seseorang sebagai model untuk menanamkan sikap percaya diri menurut Bandura seperti dikutip Gagne dan Briggs (1979: 88) sudah dilakukan secara luas di sekolah-sekolah.
 
Adapun langkah-langkah menanmkan rasa percaya diri pada diri siswa di dalam kelas antara lain sebagai berikut:
 
- Menggunakan suatu patokan, standar yang memungkinkan siswa dapat mencapai keberhasilan (misalnya dengan mengatakan bahwa kamu tentu dapat menjawab pertanyaan di bawah ini tanpa melihat buku).
 
- Memberi tugas yang sukar tetapi cukup realistis untuk diselesaikan/sesuai dengan kemampuan siswa (misalnya memberi tugas kepada siswa dimulai dari yang mudah berangsur sampai ke tugas yang sukar). Menyajikan materi secara bertahap sesuai dengan urutan dan tingkat kesukarannya menurut Keller dan Dodge seperti dikutip Reigeluth dan Curtis dalam Gagne (1987) merupakan salah satu usaha menanamkan rasa percaya diri pada siswa.
 
- Mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran misalnya menurut Lesser seperti dikutip Gagne dan Driscoll (1988:69) variasi dari serius ke humor, dari cepat ke lambat, dari suara keras ke suara yang sedang, dan mengubah gaya mengajar.
 
- Mengadakan komunikasi nonverbal dalam kegiatan pembelajaran seperti demonstrasi dan simulasi yang menurut Gagne dan Briggs (1979) dapat dilakukan untuk menarik minat/perhatian siswa. 

Evaluasi terhadap siswa dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang telah mereka capai. Apakah siswa telah memiliki kemampuan seperti yang dinyatakan dalam tujuan pembelajaran (Gagne dan Briggs, 1979).
 
Siswa yang telah berhasil mengerjakan atau mencapai sesuatu merasa bangga/puas atas keberhasilan tersebut. Keberhasilan dan kebanggaan itu menjadi penguat bagi siswa tersebut untuk mencapai keberhasilan berikutnya (Gagne dan Driscoll, 1988 dalam Mambo, 2008).

10. Keunggulan Strategi / Model Pembelajaran yang Berpijak pada 

Teori Pemrosesan Informasi
 
Keunggulan Strategi / Model Pembelajaran yang Berpijak pada Teori 
Pemrosesan Informasi adalah sebagai berikut:
 
a. Cara beripikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.
 
b. Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis.
 
c. Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap.
 
d. Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin dicapai.
 
e. Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.
 
f. Kontrol belajar (content control, pace control, display control, conscious cognition control) memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing-masing individu (prinsip perbedaan individual terlayani).
 
g. Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat untuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.

11. Media Pembelajaran
 
Secara umum media yang digunakan dalam mendukung pembelajaran sesuai dengan teori belajar Gagne haruslah mengukuti prinsip-prinsip pemilihan media.
 
Dari segi terori belajar, berbagai kondisi dan prinsip-prinsip psikologis yang perlu mendapat pertimbangan pemilihan dan penggunaan media diantaranya adalah: (1) Motivasi; (2) Perbedaan individual; (3) Tujuan pembelajaran; (4) Organisasi isi; (5) Persiapan sebelum belajar; (6) Emosi; (7) Partisipasi; (8) Umpan balik; (9) Penguatan (reinforcement); (10) Latihan dan pengulangan; dan (11) Penerapan. (Arsyad, Azhar, 1997)
 
Pemilihan media juga haruslah senantiasa mendukung pencapaian kapabilitas belajar yang meliputi informasi verbal, kemampuan intelektual, strategi kognitif, sikapdan keterampilan motorik. Media juga haruslah senantiasa meningkatkan perhatian siswa, memotivasi belajar siswa, membangkitkan ingatan siswa, mengarahkan persepsi siwa, dan memungkinkan memori jangka panjang.
 
Contoh media pembelajaran yang dapat digunakan adalah media nyata berupa realia. Media ini dapat diamati langsung oleh siswa. Siswa bisa mendapatkan pengalaman langsung dari pembelajaran yang dilakukan. Media visual juga sangat membantu siswa dalam hal pemberian informasi, seperti film, chart dan flipchart.
 
Disamping itu, untuk menambah motivasi siswa dalam belajar, konsep lain untuk memilih media dapat menggunakan pola seperti lain. Sejumlah pertimbangan dalam memilih media pembelajaran yang tepat dapat kita rumuskan dalam satu kata ACTION, yaitu akronim dari; Access, Cost, Technology, Interactivity, Organization, dan Novelty.
 
1. Access.

Kemudahan akses menjadi pertimbangan pertama dalam memilih media. Apakah media yang kita perlukan itu tersedia, mudah, dan dapat dimanfaatkan oleh siswa? Misalnya, kita ingin menggunakan media internet, perlu dipertimbangkan terlebih dahulu apakah ada saluran untuk koneksi ke internet? Akses juga menyangkut aspek kebijakan, misalnya apakah siswa diijinkan untuk menggunakannya? Komputer yang terhubung ke internet jangan hanya digunakan untuk kepala sekolah, tapi juga guru, dan yang lebih penting untuk siswa. Siswa harus memperoleh akses. Dalam hal ini media harus merupakan bagian dalam interaksi dan aktivitas siswa, bukan hanya guru yang menggunakan media tersebut.
 
2. Cost.

Biaya juga harus dipertimbangkan. Banyak jenis media yang dapat menjadi pilihan kita, pada umumnya media canggih biasanya cenderung mahal. Namun, mahalnya biaya itu harus kita hitung dengan aspek menfaatnya. Semakin banyak yang menggunakan, maka unit biaya dari sebuah media akan semakin menurun. Media yang efektif tidak selalu mahal, jika guru kreatif dan menguasai materi pelajaran maka akan memanfaatkan objek-objek untuk dijadikan sebagai media dengan biaya yang murah namun efektif.
 
3. Technology.

Mungkin saja kita tertarik kepada satu media tertentu. Tapi kita perlu perhatikan apakah teknologi tersedia dan mudah menggunakannya? Katakanlah kita ingin menggunakan media audio visual di kelas. Perlu kita pertimbangkan, apakah ada listrik, voltase listrik cukup dan sesuai?
 
4. Interactivity. 

Media yang baik adalah yang dapat memunculkan komunikasi dua arah atau interaktivitas. Setiap kegiatan pembelajaran yang anda kembangkan tentu saja memerlukan media yang sesuai dengan tujuan pembelajaran tersebut. Jadikan media itu sebagai alat bantu siswa dalam beraktivitas, misalnya puzzel untuk anak SD, siswa dapat menggunakannya sendiri, menyusun gambar hingga lengkap, flash card dapat dikondisikan dalam bentuk permainan dan semua siswa terlibat baik secara fisik, intelektual maupun mental.
 
5. Organization. 

Pertimbangan yang juga penting adalah dukungan organisasi. Misalnya, apakah pimpinan sekolah atau yayasan mendukung? Bagaimana pengorganisasiannya. Apakah di sekolah ini tersedia satu unit yang disebut pusat sumber belajar?
 
6. Novelty. 

Kebaruan dari media yang anda pilih juga harus menjadi pertimbangan. Media yang lebih baru biasanya lebih baik dan lebih menarik bagi siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Nyimas dkk. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Bahan Ajar Cetak S1 PGSD. Jakarta: Dirjen Dikti-Depdiknas.

Anonimous. 2007. Komponen Strategi Pembelajaran http://blog.persimpangan.com/blog/2007/08/17/komponen-strategi-pembelajaran/ (diakses tanggal 16 Maret 2008)

Arsyad, Azhar. 1997. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


Asnaldi, Arie. -. Teori-Teori Belajar Proses Perubahan Tingkah Laku & Belajar. http://asnaldi.multiply.com/journal/item/5 (diakses tanggal 16 Maret 2008)

Azhie, 2008. Teori Belajar. http://neozonk.blogspot.com/2008/02/ teori-belajar.html (diakses tanggal 16 Maret 2008)

Budiningsih, Asri. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Rineka Cipta.

Dahar, Ratna Wilis. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta: P2LPTK

Mambo. 2008. Model Pembelajaran ARIAS. http://www.duniaguru.com. Portal Dunia Guru http://www.google.co.id/search? q=model+pembelajaran+gagne&hl=id (diakses tanggal 16 Maret 2008)

Rusliana, Ade. 2007. Teori Belajar. http://blogs.unpad.ac.id/aderusliana/?p=4 (diakses tanggal 16 Maret 2008)

Shadiq, Fadjar. 2007. Hirarki Belajar: Suatu Teori dari Gagne. http://fadjarp3g.files.wordpress.com/2007/09/01-hirarki_pelangi_.pdf (Diakses tanggal 16 Maret 2008)

Winkel, W.S. 2007. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hipotesis Penelitian Fisika

A. PENDAHULUAN Hipotesis adalah alat yang sangat besar kegunaannya dalam penyelidikan ilmiah. Hipotesis memungkinkan kita untuk menghubungkan teori dengan pengamtan, dan sebaliknya pengamatan dengan teori. Dewasa ini penggunaan hipotesis memungkinkan kita dalam usaha mencari pengetahuan, untuk memakai ide-ide para ahli filsafat induktif yang menekankan pengamatan, dan logika para ahli filsafat deduktif yang menekankan penalaran.

Jenis-jenis Penelitian

Penelitian dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis penelitian, diantaranya: Penelitian kualitatif (termasuk penelitian historis dan deskriptif)adalah penelitian yang tidak menggunakan model-model matematik, statistik atau komputer. Proses penelitian dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan digunakan dalam penelitian. Asumsi dan aturan berpikir tersebut selanjutnya diterapkan secara sistematis dalam pengumpulan dan pengolahan data untuk memberikan penjelasan dan argumentasi.

Kontak Kami

NAMA EMAIL PERIHAL KOMENTAR UP LOAD FILE Image Verification Ketik kode di samping : [ Refresh ]