Ada
tulisan menarik yang dikemukakan Bell (1978) dalam Fajar Shadiq (2007)
berikut ini: “Understanding of theories about how people learn and the
ability to apply these theories in teaching mathematics are important
prerequisites for effective mathematics teaching.
”
Apa yang dikemukakan Bel di atas, menunjukkan kepada para guru akan
pentingnya pemahaman teori-teori yang berkait dengan bagaimana para
siswa belajar dan bagaimana mengaplikasikan teori tersebut di kelasnya
masing-masing.
Robert
M. Gagne yang lahir pada tahun 1916 adalah seorang ahli psikolog
pendidikan yang telah mengembangkan suatu pendekatan perilaku yang
elektik mengenai psikologi. Salah satunya adalah teori pembelajaran yang
didasarkan pada model pemrosesan informasi.
Dalam
memahami belajar, Gagne tidak memperhatikan apakah prosesn belajar tadi
terjadi melalaui penemuan (discovery) atau proses penerimaan
(reception) sebagaimana diperkenalkan oleh Bruner dan Ausubel.
Menurutnya yang terpenting adalah kualitas, penetapan (daya simpan) dan
kegunaan belajar.
Dalam
rangka proses pembelajaran guru dapat menyusun program guru dapat
menyusun program pembelajaran yang cocok dengan tahap dan fase
pembelajaran. Teori belajar menurut menurut Gagne, lebih menitikberatkan
pada operasionalisasi konsep belajar kumulatif dan memberikan mekanisme
untuk merancang pembelajaran dan sederhana ke kompleks.
1. Hakikat Belajar Menurut Gagne
1. Hakikat Belajar Menurut Gagne
Ada
beberapa hal yang melandasi pandangan Gagne tentang belajar. menurutnya
belajar bukan merupakan proses tunggal melainkan proses luas yang
dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku, dimana tingkah
laku itu merupakan proses kumulatif dari belajar. Artinya banyak
keterampilan yang dipelajari memberikan sumbangan bagi belajar
keterampilan yang lebih rumit.
Dalam
Ade Rusliana (2007), Gagne (1972) mendefinisikan belajar adalah
mekanisme dimana seseorang menjadi anggota masyarakat yang berfungsi
secara kompleks. Kompetensi itu meliputi skill, pengetahuan, attitude
(perilaku), dan nilai-nilai yang diperlukan oleh manusia, sehingga
belajar adalah hasil dalam berbagai macam tingkah laku yang selanjutnya
disebut kapasitas atau outcome.
Menurut
Gagne belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan
untuk mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah
laku (behavior) adalah hasil dari efek belajar yang kumulatif (Gagne,
1968). Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa belajar itu bukan proses
tunggal. Belajar menurut Gagne tidak dapat didefinisikan dengan mudah,
karena belajar bersifat kompleks.
Hasil
belajar merupakan kapabilitas. Setelah belajar, orang memiliki
keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas
tersebut berasal dari (1) stimulasi yang berasal dari lingkungan; dan
(2) proses kognitif yang dilakukan siswa. Dengan demikian, belajar
adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi
lingkungan, melewati pengolahan informasi menjadi kapabilitas baru. Juga
dikemukakan bahwa belajar merupakan factor yang luas yang dibentuk oleh
pertumbuhan, perkembangan tingkah laku merupakan hasil dari aspek
kumulatif belajar.
Berdasarkan
pandangan ini Gagne mendefenisikan pengertian belajar secara formal
bahwa belajar adalah perubahan dalam disposisi atau kapabilitas manusia
yang berlangsung selama satu masa waktu dan tidak semata-mata disebabkan
oleh proses pertumbuhan. Perubahan itu berbentuk perubahan tingkah
laku. Hal itu dapat diketahui dengan jalan membandingkan tingkah laku
sebelum belajar dan tingkah laku yang diperoleh setelah belajar.
Perubahan
tingkah laku dapat berbentuk perubahan kapabilitas jenis kerja atau
perubahan sikap, minat atau nilai. Perubahan itu harus dapat bertahan
selama periode waktu dan dapat dibedakan dengan perubahan karena
pertumbuhan, missal perubahan tinggi badan atau perkembangan otot dan
lain-lain (Margaret G. Bell dalam Panen, Paulina dkk, 1999)
2. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar.
2. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar.
Dalam
pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi
internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu
keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar
dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi
eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu
dalam proses pembelajaran.
Model
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu,
(1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5)
ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.
(Asnaldi, Arie, 2008 dan Azhie, 2008)
Model pemrosesan informasi dapat digambarkan dengan kumpulan kotak-kotak yang dihubungkan dengan garis-garis. Kotak-kotak itu menggambarkan fungsi-fungsi atau keadaan sistem dan garis-garis menggambarkan transformasi yang terjadi dari suatu keadaan ke keadaan yang lain.
Bagan 1. Model Permrosesan Informasi
(Sumber Gagne, 1985 dalam Dahar R.W. 1989)
3. Proses Kognitif dalam Belajar
Model pemrosesan informasi dapat digambarkan dengan kumpulan kotak-kotak yang dihubungkan dengan garis-garis. Kotak-kotak itu menggambarkan fungsi-fungsi atau keadaan sistem dan garis-garis menggambarkan transformasi yang terjadi dari suatu keadaan ke keadaan yang lain.
Bagan 1. Model Permrosesan Informasi
(Sumber Gagne, 1985 dalam Dahar R.W. 1989)
3. Proses Kognitif dalam Belajar
Menurut
Gagne ada sembilan tahap pengolahan (proses) kognitif yang terjadi
dalam belajar yang kemudian disebut “fase-fase belajar”. Fase-fase
belajar ini kemudian digolongkan ke dalam (1) fase persiapan; (2) fase
perolehan dan perbuatan; dan (3) alih belajar.
Kesembilan
tahapan atau fase belajar ini harus dilakukan secara berurutan dan
setiap tahap belajar perlu didukung oleh suatu peristiwa pembelajaran
tertentu agar pada setiap fase belajar menghasilkan suatu aktifitas
(proses belajar) yang maksimal dalam diri si belajar.
Fase-fase
belajar ini sangat penting karena selalu ada dalam setiap tindakan
belajar dan digunakan secara berlainan pada ragam belajar yang berlainan
pula. Adapun hubungan fase-fase belajar dan sembilan peristiwa
pembelajaran dapat dilihat melalui diagram berikut:
Proses Belajar Peristiwa Pembelajaran
Perhatian
1. Memberi perhatian
Pengharapan
2. Menjelaskan tujuan belajar pada siswa
Membangkitkan Ingatan
3. Merangsang ingatan
Persepsi Seleksi
4. Menyajikan materi perangsang
Penyimpanan dalam Memori Jangka Panjang 5. Memberi bimbingan belajar
Respon
6. Menampiljan kemampuan
Reinforcement
7. Membentuk umpan balik
8. Menilai kemampuan
Retrival
9. Meningkatkan retensi dan transfer
Bagan 2. Peristiwa Pembelajaran yang Mendukung Setiap Fase Belajar
(Sumber Gagne dan M. Driscoll 1988 dalam Paulina Panen, 1999)
4. Kejadian-kejadian Belajar
Bertitik tolak dari model pemrosesan informasi (Bagan 1), Gagne mengemukakan delapan fase dalam suatu tindakan belajar. Fase-fase itu merupakan kegiatan eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa atau guru. Bagan 3 menunjukkan satu tindakan belajar menurut Gagne. Setiap fase diberi nama dan di bawah masing-masing fase terlihat satu kotak yang menunjukkan proses internal utama, yaitu kejadian belajar, selama fase itu.
Fase pengenalan
Perhatian
Fase perolehan
Koding;Mulai Penyimpanan
Fase retensi
Penyimpanan Memori
Fase pemanggilan
Pemanggilan
Fase generalisasi
Transfer
Fase penampilan
Pemberian Respon
Fase umpan balik
Reinforcement
Proses Belajar Peristiwa Pembelajaran
Perhatian
1. Memberi perhatian
Pengharapan
2. Menjelaskan tujuan belajar pada siswa
Membangkitkan Ingatan
3. Merangsang ingatan
Persepsi Seleksi
4. Menyajikan materi perangsang
Penyimpanan dalam Memori Jangka Panjang 5. Memberi bimbingan belajar
Respon
6. Menampiljan kemampuan
Reinforcement
7. Membentuk umpan balik
8. Menilai kemampuan
Retrival
9. Meningkatkan retensi dan transfer
Bagan 2. Peristiwa Pembelajaran yang Mendukung Setiap Fase Belajar
(Sumber Gagne dan M. Driscoll 1988 dalam Paulina Panen, 1999)
4. Kejadian-kejadian Belajar
Bertitik tolak dari model pemrosesan informasi (Bagan 1), Gagne mengemukakan delapan fase dalam suatu tindakan belajar. Fase-fase itu merupakan kegiatan eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa atau guru. Bagan 3 menunjukkan satu tindakan belajar menurut Gagne. Setiap fase diberi nama dan di bawah masing-masing fase terlihat satu kotak yang menunjukkan proses internal utama, yaitu kejadian belajar, selama fase itu.
Fase pengenalan
Perhatian
Fase perolehan
Koding;Mulai Penyimpanan
Fase retensi
Penyimpanan Memori
Fase pemanggilan
Pemanggilan
Fase generalisasi
Transfer
Fase penampilan
Pemberian Respon
Fase umpan balik
Reinforcement
Bagan 3. Kejadian-kejadian Belajar
(Sumber Ratna W. Dahar, 1989: Teori-Teori Belajar)
a. Fase Motivasi
Siswa harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan bahwa belajar siswa belajar akan memperoleh hadiah atau imbalan akan usahanya untuk belajar.
b. Fase Pengenalan
Siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang esensial dari suatu kejadian instruksional, jika belajar akan terjadi.
(Sumber Ratna W. Dahar, 1989: Teori-Teori Belajar)
a. Fase Motivasi
Siswa harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan bahwa belajar siswa belajar akan memperoleh hadiah atau imbalan akan usahanya untuk belajar.
b. Fase Pengenalan
Siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang esensial dari suatu kejadian instruksional, jika belajar akan terjadi.
c. Fase Perolehan
Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, maka ia telah siap untuk menerima pelajaran. Informasi disajikan. Informasi itu diubah menjadi bentuk yang bermakna yang dihubungkan dengan informsi yang telah ada dalam memori siswa. Siswa dapat membentuk gambaran-gambaran mental dari informasi itu atau membentuk asosiasi baru antara informasi baru dan informasi lama.
Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, maka ia telah siap untuk menerima pelajaran. Informasi disajikan. Informasi itu diubah menjadi bentuk yang bermakna yang dihubungkan dengan informsi yang telah ada dalam memori siswa. Siswa dapat membentuk gambaran-gambaran mental dari informasi itu atau membentuk asosiasi baru antara informasi baru dan informasi lama.
d. Fase Retensi
Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali (rehearsal), praktek (practice), elaborasi, dll.
Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali (rehearsal), praktek (practice), elaborasi, dll.
e. Fase Pemanggilan (Recall)
Bagian penting dalam belajar adalah memperoleh hubungan dengan apa yang telah dipelajari, yaitu dengan memanggil (recall) informasi.
Bagian penting dalam belajar adalah memperoleh hubungan dengan apa yang telah dipelajari, yaitu dengan memanggil (recall) informasi.
f. Fase Generalisasi
Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan di luar konteks dimana informasi itu dipelajari. Jadi, generalisasi atau transfer informasi pada siruasi-situasi baru merupakan fase kritis dalam belajar.
Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan di luar konteks dimana informasi itu dipelajari. Jadi, generalisasi atau transfer informasi pada siruasi-situasi baru merupakan fase kritis dalam belajar.
g. Fase Penampilan
Para siswa harus memperlihatkan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui penampilan yang tampak.
Para siswa harus memperlihatkan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui penampilan yang tampak.
h. Fase Umpan Balik
Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka, yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan.
5. Aplikasi Teori Belajar Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran
Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka, yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan.
5. Aplikasi Teori Belajar Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran
Teori
belajar pengolahan informasi termasuk dalam lingkup teori kognitif yang
mengemukakan bahwa teori belajar adalah proses internal yang tidak
dapat diamati secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang
terikat pada situasi tertentu. Namun, memori kerja manusia mempunyai
kapasitas yang terbatas. Menurut Gagne, untuk mengurangi muatan kerja
bentuk pengetahuan yang dipelajari dapat berupa; proporsi, produksi, dan
mental images.
Teori
Gagne dan Briggs mempreskripsikan adanya: (1) kapasitas belajar; (2)
peristiwa pembelajaran; (3) pengorganisasian/urutan pembelajaran.
Mengenai kapabilitas belajar kaitannya dengan belajar untuk kerja
dirumuskan oleh Gagne sebagai berikut (Degeng, 1989 dalam Asri
Budiningsih 2004):
No Kapabilitas Belajar Untuk Kerja
1 Informasi Verbal Menyatakan informasi
No Kapabilitas Belajar Untuk Kerja
1 Informasi Verbal Menyatakan informasi
2 Kemampuan intelektual Menggunakan simbol untuk berinteraksi dengan lingkungan.
- Diskriminasi Membedakan perangsang yang memiliki dimensi fisik yang berlainan.
- Konsep konkret Mengidentifikasi contoh-contoh konkret
- Konsep abstrak Mengklasifikasi contoh-contoh dengan menggunakan ungkapan verbal atau defenisi.
- Kaidah Menunjukkan aplikasi suatu kaidah
- Kaidah tingkat lebih tinggi Mengembangkan kaidah baru untuk memecahkan masalah.
3
Strategi Kognitif Mengembangkan cara-cara baru untuk memecahkan
masalah. Menggunakan berbagai cara untuk mengontrol proses belajar
dan/atau berpikir.
4 Sikap Memilihi berperilaku dengan cara tertentu
5 Keterampilan Motorik Melakukan gerakan tubuh yang luwes, cekatan serta dengan urutan yang benar.
Bagan 4. Kapabilitas belajar kaitannya dengan untuk kerja
(Degeng, 1989 dalam Asri Budiningsih 2004):
Dalam mengorganisasikan pembelajaran, perlu dipertimbangkan ada tidaknya prasyarat belajar untuk suatu kapabilitas, apakah siswa telah memiliki prasyarat belajar yang diperlukan. Ada prasyarat belajar utama yang harus dikuasai siswa dan aada prasyarat belajar pendukung yang dapat memudahkan belajar. Pengorganisasian pembelajaran kapabilitas belajar meliputi: (1) Pengorganisasian pembelajaran ranah keterampilan intelektual; (2) Pengorganisasian pembelajaran ranah invormasi verbal; (3) Pengorganisasian pembelajaran ranah strategi kognitif; (4) Pengorganisasian pembelajaran ranah sikap; dan (5) Pengorganisasian pembelajaran ranah keterampilan motorik.
6. Taksonomi Gagne
(Degeng, 1989 dalam Asri Budiningsih 2004):
Dalam mengorganisasikan pembelajaran, perlu dipertimbangkan ada tidaknya prasyarat belajar untuk suatu kapabilitas, apakah siswa telah memiliki prasyarat belajar yang diperlukan. Ada prasyarat belajar utama yang harus dikuasai siswa dan aada prasyarat belajar pendukung yang dapat memudahkan belajar. Pengorganisasian pembelajaran kapabilitas belajar meliputi: (1) Pengorganisasian pembelajaran ranah keterampilan intelektual; (2) Pengorganisasian pembelajaran ranah invormasi verbal; (3) Pengorganisasian pembelajaran ranah strategi kognitif; (4) Pengorganisasian pembelajaran ranah sikap; dan (5) Pengorganisasian pembelajaran ranah keterampilan motorik.
6. Taksonomi Gagne
Selama
ini kita merumuskan kompetensi dasar berdasarkan taksonomi Bloom dengan
tiga domainnya, yaitu: domain kognitif, domain afektif, dan domain
psikomotor. Padahal Gagne mengembangkan pula tujuan-tujuan belajar yang
dikenal dengan taksonomi Gagne. (Nyimas Aisyah dkk., 2007)
Menurut
Gagne tingkah laku manusia yang sangat bervariasi dan berbeda
dihasilkan dari belajar. Kita dapat mengklasifikasikan tingkah laku
sedemikian rupa sehingga dapat diambil implikasinya yang bermanfaat
dalam proses belajar. Gagne mengemukakan bahwa keterampilan-keterampilan
yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut
kemampuan-kemampuan atau disebut juga kapabilitas.
Kapabilitas
merupakan kemampuan yang dimiliki manusia karena ia belajar.
Kapabilitas dapat diibaratkan sebagai tingkah laku akhir dan ditempatkan
pada puncak membentuk suatu piramida. Misalnya seseorang tidak akan
dapat menyelesaikan tugasnya apabila tidak terlebih dahulu mengerjakan
tugas a dan b. Piramida tersebut digambarkan sebagai berikut:
Akan
tetapi untuk menyelesaikan tugas a seseorang mesti menyelesaikan tugas c
dan d terlebih dahulu, sedangkan untuk tugas b, seseorang itu harus
menyelesaikan terlebih dahulu tugas e, f, dan g. Agar lebih jelas,
perhatikanlah gambar berikut:
Gagne mengemukakan 5 macam hasil belajar atau kapabilitas tiga bersifat kognitif, satu bersifat afektif dan satu bersifat psikomotor. Gagne membagi hasil belajar menjadi lima kategori kapabilitas sebagai berikut :
Gagne mengemukakan 5 macam hasil belajar atau kapabilitas tiga bersifat kognitif, satu bersifat afektif dan satu bersifat psikomotor. Gagne membagi hasil belajar menjadi lima kategori kapabilitas sebagai berikut :
1. Informasi verbal
Kapabilitas
informasi verbal merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan secara
lisan pengetahuannya tentang fakta-fakta. Informasi verbal diperoleh
secara lisan, membaca buku dan sebagainya. Informasi ini dapat
diklasifikasikan sebagai fakta, prinsip, nama generalisasi. Contoh,
siswa dapat menyebutkan dalil Phytagoras yang berbunyi, “pada segitiga
siku-siku berlaku kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat
sisi-sisi siku-sikunya.
2. Keterampilan Intelektual
Kapabilitas
keterampilan intelektual merupakan kemampuan untuk dapat memperbedakan,
menguasai konsep, aturan, dan memecahkan masalah. Kemampuan-kemampuan
tersebut diperoleh melalui belajar. Kapabilitas keterampilan intelektual
menurut Gagne dikelompokkan dalam 8 tipe belajar yaitu, belajar
isyarat, belajar stimulus respon, belajar rangkaian gerak, belajar
rangkaian verbal, belajar memperbedakan, belajar pembentukan konsep,
belajar pembentukan aturan, dan belajar pemecahan masalah. Tipe belajar
tersebut terurut kesukarannya dari yang paling sederhana (belajar
isyarat) sampai kepada yang paling kompleks belajar pemecahan masalah.
a. Belajar Isyarat (Sinyal)
Belajar
isyarat adalah belajar yang tidak diniati atau tanpa kesengajaan,
timbul sebagai akibat suatu rangsangan (stimulus) sehingga menimbulkan
suatu respon emosional pada individu yang bersangkutan. Sebagai contoh,
sikap guru yang sangat menyenangkan siswa, dan membuat siswa yang
mengikuti pelajaran guru tersebut menyenangi pelajaran yang diajarkan
oleh guru tersebut.
b. Belajar stimulus respon
Belajar
stimulus respon adalah belajar untuk merespon suatu isyarat, berbeda
dengan pada belajar isyarat pada tipe belajar ini belajar yang dilakukan
diniati atau sengaja dan dilakukan secara fisik. Belajar stimulus
respon menghendaki suatu stimulus yang datangnya dari luar sehingga
menimbulkan terangsangnya otot-otot kemudian diiringi respon yang
dikehendaki sehingga terjadi hubungan langsung yang terpadu antara
stimulus dan respon.
c. Belajar rangkaian gerak (Chaining Motorik)
Belajar
rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah terurut dari dua kegiatan
atau lebih stimulus respon. Setiap stimulus respon dalam suatu
rangkaian berhubungan erat dengan stimulus respon yang lainnya yang
masih dalam rangkaian yang sama.
d. Belajar Asosiasi / rangkaian verbal (Chaining Verbal)
Kalau
tadi pada belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah, maka
pada belajar rangkaian verbal merupakan perbuatan lisan. Jadi, belajar
rangkaian verbal adalah perbuatan lisan terurut dari dua kegiatan atau
lebih stimulus respon. Setiap stimulus respon dalam satu rangkaian
berkaitan dengan stimulus respon lainnya yang masih dalam rangkaian yang
sama.
e. Belajar memperbedakan / diskriminasi jamak (Multiple Discrimination)
Belajar
memperbedakan adalah belajar membedakan hubungan stimulus respon
sehingga bisa memahami bermacam-macam objek fisik dan konsep, dalam
merespon lingkungannya, anak membutuhkan keterampilan-keterampilan
sederhana sehingga dapat membedakan suatu objek dengan objek lainnya,
dan membedakan satu simbol dengan simbol lainnya.
f. Belajar Pembentukan Konsep (Concept Learning)
Belajar
Pembentukan Konsep adalah belajar mengenal sifat bersama dari
benda-benda konkret, atau peristiwa untuk mengelompokkan menjadi satu.
Untuk hal-hal tertentu belajar pembentukan konsep merupakan lawan dari
belajar memperbedakan. Belajar memperbedakan menginginkan anak dapat
membedakan objek-objek berdasarkan karakteristiknya yang berlainan,
sedangkan belajar pembentukan konsep menginginkan agar anak dapat
mengklasifikasikan objek-objek ke dalam kelompok-kelompok yang memiliki
karakteristik sama.
g. Belajar Pembentukan Aturan / Kaidah (Rule Learning)
Aturan
terbentuk berdasarkan konsep-konsep yang sudah dipelajari. Dalam
belajar pembentukan aturan memungkinkan anak untuk dapat menghubungkan
dua konsep atau lebih.
h. Belajar memecahkan masalah (Problem solving)
Belajar
memecahkan masalah adalah tipe belajar yang lebih tinggi derajatnya dan
lebih kompleks daripada tipe belajar aturan (rule learning). Pada tiap
tipe belajar memecahkan masalah, aturan yang telah dipelajari terdahulu
untuk membuat formulasi penyelesaian masalah. (Aisyah, Nyimas, 2007 dan
Winkel W.S. 2007)
3. Strategi Kognitif
3. Strategi Kognitif
Kapalilitas
strategi kognitif adalah kemampuan untuk mengkoordinasikan serta
mengembangkan proses berpikir dengan cara merekam, membuat analisis dan
sintesis. Kapabilitas ini terorganisasikan secara internal sehingga
memungkinkan perhatian, belajar, mengingat, dan berfikir anak terarah.
4. Sikap
Kapabilitas
sikap adalah kecenderungan untuk merespon secara tepat terhadap
stimulus atas dasar penilaian terhadap stimulus tersebut. Respon yang
diberikan oleh seseorang terhadap suatu objek mungkin positif mungkin
pula negatif, hal ini tergantung kepada penilaian terhadap objek yang
dimaksud, apakah sebagai objek yang penting atau tidak.
5. Keterampilan Motorik
Untuk
mengetahui seseorang memiliki kapabilitas keterampilan motorik, kita
dapat melihatnya dari segi kecepatan, ketepatan, dan kelancaran gerakan
otot-otot, serta anggota badan yang diperlihatkan orang tersebut.
Kemampuan dalam mendemonstrasikan alat-alat peraga matematika merupakan
salah satu contoh tingkah laku kapabilitas ini. (Nyimas Aisyah dkk,
2007).
7. Hasil-hasil Belajar Menurut Gagne
7. Hasil-hasil Belajar Menurut Gagne
Dalam
suatu pembelajaran, tentunya terlebih dahulu dirumuskan Tujuan
Instruksional Khsusus (TIK). Penyusunan TIK ini didasarkan pada
Taksonomi Bloom tentang tujuan-tujuan perilaku, yang meliputi tiga
domain, yaitu domain kognitif, domain afektif dandomain psikomotorik.
Gagne mengemukakan ada lima macam hasil belajar, diantaranya tiga
diantaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif dan satu bersifat
psikomortorik.
Hasil
belajar menurut Gagne meliputi informasi verbal, keterampilan
intelektual, keterampilan motorik, sikap dan strategi kognitif.
Kemampuan belajar ini menggambarkan kapabilitas dan untuk perbuatan
(performance) yang berlainan.
1. Keterampilan Intelektual
Kemampuan
skill intelektual adalah kemampuan pembelajar yang dapat menunjukkan
kompetensinya sebagai anggota masyarakat seperti; menganalisa
berita-berita. Membuat keseimbangan keuangan, menggunakan bahasa untuk
mengungkapkan konsep, menggunakan rumus-rumus matematika. Dengan kata
lain ia tahu “Knowing how” (Ade Rusliana, 2007)
Keterampilan
intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan
lingkungan hidup, mempresentasikan konsep dan cabang. Keterampilan
intelektual ini terdiri dari diskriminasi jamak, konsep kongkrit dan
terdefenisi, kaidah dan prinsip.
PEMECAHAN MASALAH melibatkan pembentukan ATURAN-ATURAN TINGKAT TINGGI yang membutuhkan sebagai prasyarat-prasyarat
ATURAN-ATURAN Dan KONSEP - KONSEP TERDEFENISI Yang memerlukan sebagi prasyarat-prasyarat KONSEP - KONSEP KONKRIT Yang diperlukan sebagai prasyarat-prasyarat DISKRIMINASI - DISKRIMINASI
PEMECAHAN MASALAH melibatkan pembentukan ATURAN-ATURAN TINGKAT TINGGI yang membutuhkan sebagai prasyarat-prasyarat
ATURAN-ATURAN Dan KONSEP - KONSEP TERDEFENISI Yang memerlukan sebagi prasyarat-prasyarat KONSEP - KONSEP KONKRIT Yang diperlukan sebagai prasyarat-prasyarat DISKRIMINASI - DISKRIMINASI
Bagan 6. Tingkat-tingkat Kompleksitas dalam Keterampilan Intelektual
(Sumber: Gagne, 1988 dalam R.W. Dahar, 1989)
2. Strategi-strategi Kognitif
2. Strategi-strategi Kognitif
Strategi
Kognitf adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah
dalam memecahkan masalah.
Strategi kognitif adalah kemampuan yang mengontrol manajemen belajar si pembelajar mengingat dan berpikir. Cara yang terbaik untuk mengembangkan kemampuan tersebut adalah dengan melatih pembelajar memecahkan masalah, penelitian dan menerapkan teori-teori untuk memecahkan masalah ril dilapangan. Melalui pendidikan formal diharapkan pembelajar menjadi “self learner” dan “independent tinker”. (Ade Rusliana, 2007)
Strategi kognitif adalah kemampuan yang mengontrol manajemen belajar si pembelajar mengingat dan berpikir. Cara yang terbaik untuk mengembangkan kemampuan tersebut adalah dengan melatih pembelajar memecahkan masalah, penelitian dan menerapkan teori-teori untuk memecahkan masalah ril dilapangan. Melalui pendidikan formal diharapkan pembelajar menjadi “self learner” dan “independent tinker”. (Ade Rusliana, 2007)
3. Informasi Verbal
Informasi
verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk
bahasa, baik lisan maupun tulisan. Pemilikan informasi verbal
memungkinkan individu berperanan dalam kehidupan.
Belajar
informasi verbal merupakan kemampuan yang dinyatakan, seperti membuat
label, menyusun fakta-fakta, dan menjelaskan. Kemampuan/untuk kerja dari
hasil belajar, seperti membuat pernyataan, penyusunan frase, atau
melaporkan informasi. (Ade Rusliana, 2007)
4. Sikap-sikap / Perilaku (Attitude)
Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek tersebut.
Perilaku (attitude) merupakan kemampuan yang mempengaruhi pilihan pembelajar (peserta didik) untuk melakukan suatu tindakan. Belajar mealui model ini diperoleh melalui pemodelan atau orang yang ditokohkan, atau orang yang diidolakan. (Ade Rusliana, 2007)
Perilaku (attitude) merupakan kemampuan yang mempengaruhi pilihan pembelajar (peserta didik) untuk melakukan suatu tindakan. Belajar mealui model ini diperoleh melalui pemodelan atau orang yang ditokohkan, atau orang yang diidolakan. (Ade Rusliana, 2007)
5. Keterampilan-keterampilan Motorik
Kemampuan
Motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dan urutan
dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
8. Hirarki Belajar Menurut Gagne
8. Hirarki Belajar Menurut Gagne
Salah satu aspek yang penting dari teori yang dikemukakan Gagne yang patut diketahui dan dipahami para guru, yaitu suatu teori yang disebut dengan hirarki belajar (learning hierarchies) (Fadjar Shadiq, 2007). Konsep hirarki belajar, yaitu urut-urutan kemampuan yang harus dikuasai oleh pembelajar (peserta didik) agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih kompleks. (Ade Rusliana, 2007).
Para
guru matematika, fisika, kimia, bahasa inggris ataupun mata pelajaran
lainnya tentunya sudah mengalami sendiri bahwa satu Standar Kompetensi
diajarkan mandahului Standar Kompetensi lainnya, dan satu Kompetensi
Dasar diajarkan mandahului Kompetensi Dasar lainnya.
Pada
dasarnya, pengetahuan yang lebih sederhana harus dikuasai para siswa
terlebih dahulu dengan baik agar ia dapat dengan mudah mempelajari
pengetahuan yang lebih rumit. Pertanyaan yang sering muncul adalah
mengapa suatu Standar Kompetensi harus diajarkan mendahului Standar
Kompetensi lainnya? Atas dasar apa penentuan itu? Apakah hanya
didasarkan pada kata hati para guru dan pakar saja?
Untuk
menjawab pertanyaan tersebut, Gagne memberikan alasan pemecahan dan
pengurutan materi pembelajaran dengan selalu menanyakan pertanyaan ini:
“Pengetahuan apa yang lebih dahulu harus dikuasai siswa agar ia berhasil
mempelajari suatu pengetahuan tertentu?”. Setelah mendapat jawabanya,
ia harus bertanya lagi seperti pertanyaan yang di atas tadi untuk
mendapatkan prasarat yang harus dikuasai dan dipelajari siswa sebelum ia
mempelajari pengetahuan tersebut.
Begitu
seterusnya sampai didapatkan urut-urutan pengetahuan dari yang paling
sederhana sampai yang paling kompleks. Dengan cara seperti itulah kita
akan mendapatkan hirarki belajar. Apa yang dipaparkan di atas dapat
diperjelas dengan tulisan Resnick dan Ford (1984) berikut ini: “A
hierarchy is generated by considering the target task and asking: “ What
would (this child) have to know and how to do in order to perform thisk
task…?”
Karena
itu, hirarki belajar menurut Gagne harus disusun dari atas ke bawah
atau top down (Orton,1987). Dimulai dengan menempatkan kemampuan,
pengetahuan, ataupun keterampilan yang menjadi salah satu tujuan dalam
proses pembelajaran di puncak dari hirarki belajar tersebut, diikuti
kemampuan, ketrampilan, atau pengetahuan prasyarat (prerequisite) yang
harus mereka kuasai lebih dahulu agar mereka berhasil mempelajari
ketrampilan atau pengetahuan di atasnya itu. Hirarki belajar dari Gagne
memungkinkan juga prasyarat yang berbeda untuk kemampuan yang berbeda
pula (Orton, 1987). Sebagai contoh, pemecahan masalah membutuhkan
aturan, prinsip dan konsep-konsep terdefinisi sebagai prasyaratnya, yang
membutuhkan konsep konkret sebagai prasyarat berikutnya, yang masih
membutuhkan kemampuan membedakan (discriminations) sebagai prasyarat
berikutnya lagi.
Menurut
seorang guru SD, sering terjadi seorang anak, ketika membilang dengan
benda konkret, ia mengucapkan “empat” padahal jarinya menunjuk benda
ketiga atau malah benda kelima. Di tingkat perguruan tinggi, seorang
mahasiswa tidak akan mungkin mempelajari integral rangkap tiga jika ia
tidak memiliki bekal yang cukup tentang integral biasa. Tentunya hal
yang sama akan terjadi di bangku SMP.
Dalam suatu pembelajaran, apabila para siswa yang mengalami kesulitan
atau melakukan kesalahan, seorang guru hendaknya berpikir dengan jernih
dalam menetapkan penyebab kesulitan maupun kesalahan siswa tersebut dan
dapat menggunakan teori tentang hirarki belajar ini sebagai salah satu
alat pentingnya. Seorang siswa tidak akan dapat mempelajari atau
menyelesaikan tugas tertentu jika mereka tidak memiliki pengetahuan
prasyaratnya.
Karena
itu, untuk memudahkan para siswa selama proses pembelajaran di kelas,
proses tersebut harus dimulai dengan memberi kemudahan bagi para siswa
dengan mengecek, mengingatkan kembali, dan memperbaiki
pengetahuan-pengetahuan prasyaratnya. (Fajar Shadiq, 2007).
9. Model Pembelajaran Menurut Gagne
9. Model Pembelajaran Menurut Gagne
Peristiwa
pembelajaran adalah aktifitas-aktifitas belajar yang menurut Gagne
perlu diterpkan sebagaimana dalam fase-fase belajar. Ada sembilan
peristiwa belajar yang menjadi model pembelajaran untuk meningkatkan
kualitas belajar. Dengan penerapan model ini diharapkan hasil belajar
dapat ditingkatkan atau dipertahankan.
Peritiwa
pembelajaran diasumsikan sebagai cara-cara yang perlu diciptakan oleh
guru dengan tujuan untuk mendukung proses-proses belajar (internal) di
dalam diri siswa. Hakekat suatu peristiwa pembelajaran untuk setiap
pembelajaran berbeda-beda, tergantung pada kapabilitas yang diharapkan
atau harus dicapai sebagaimana hasil belajar. Kesembilan peristiwa
pembelajaran yang ada pada setiap fase belajar dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Membangkitkan Perhatian
Kegiatan
paling awal dalam pembelajaran adalah menarik perhatian siswa agar
siswa mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir pelajaran. Perhatian
siswa dapat ditingkatkan dengan memberikan berbagai rangsangan sesuai
dengan kognisi yang ada misalnya dengan perubahan gerak badan (berjalan,
mendekati siswa, dll),perubahan suara, menggunakan berbagai media
belajar yang dapat menarik perhatian siswa atau menyebutkan
contoh-contoh yang ada di dalam dan di luar kelas, dan lain-lain.
2. Memberitahukan Tujuan Pembelajaran pada Siswa
Agar
siswa mempunyai harapan dan tujuan selama belajar, maka pada siswa
perlu dijelaskan apa saja yang akan dicapai selama pembelajaran dan
jelaskan pula manfaat dari materi yang akan dipelajari dan tugas-tugas
yang harus diselesaikan selama pembelajaran. Keuntungan menjelaskan
tujuan adalah agar siswa dapat menjawab sendiri pertanyaan “apakah ia
telah belajar?”, “apakah materi yang dipelajari telah dikuasai?”.
Jawaban atas pertanyaan tersebut dapat membangkitkan harapan dalam diri
siswa tentang kemampuan dan upaya yang harus dilakukan agar tujuannya
tercapai.
3. Merangsang Ingatan pada Materi Prasyarat
Bila
siswa telah memiliki perhatian dan pengharapan yang baik pada pelajara,
guru perlu mengingatkan siswa tentang materi apa saja yang telah
dikuasai sebelumnya dengan materi yang akan diajarkan. Dengan
pengetahuan yang ada pada memori kerjanya, diharapkan siswa siap untuk
membuat hubungan antara pengetahuan yang lama dengan pengetahuan yang
baru yang akan dipelajari. Ada banyak cara yang dapat dilakukan guru
untuk mengingatkan siswa pada materi yang telah dipelajari misalnya
dengan mengingatkan siswa pada topik-topik yang telah dipelajari dan
memninta siswa untuk menjelaskannya secara singkat.
4. Menyajikan Bahan Perangsang
Hal
ini dilakukan dengan cara menyajikan bahan kepada siswa berupa
pokok-pokok materi yang penting yang bersifat kunci. Sebelum itu, guru
harus menentukan bahan apa yang harus disajikan berupa informasi verbal,
keterampilan intelektual, atau belajar sikap. Berdasarkan jenis
kemampuan atau bahan ini maka dapat dipilih bentuk kegiatan apa saja
yang akan disajikan sehingga proses pembelajaran berjalan lancar.
Misalnya, bila akan mengajarkan tentang sikap maka pilihlah bahan berupa
model-model perilaku manusia. Bila akan mengajarkan keterampilan
motorik maka demonstrasikanlah contoh bahan keterampilan tersebut dan
tunjukkan caranya secara tepat.
5. Memberi Bimbingan Belajar
Bimbingan
belajar diberikan dengan tujuan untuk membantu siswa agar mudah
mencapai tujuan pelajaran atau kemampuan-kemampuan yang harus dicapainya
pada akhir pelajaran. Misalnya bila siswa harus mengusai konsep-konsep
kunci, maka berilah cara mengingat konsep-konsep tersebut misalnya
dengan menjelaskan karakteritik dari setiap konsep. Bila siswa hrus
menguasai keterampilan tertentu, maka bimbinglah dengan cara menjelaskan
langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menguasai keterampilan
tersebut.
6. Menampilkan untuk Kerja
Untuk
mengetahui apakah siswa telah memiliki kemampuan yang diharapkan, maka
mintalah siswa untuk menampilkan kemampuannya dalam bentuk tindakan yang
dapat diamati oleh guru. Misalny abila inging mengetahui kemampuan
informasi verbal siswa maka berikan siswa pertanyaan-pertanyaan yang
dapat diukur tingkat penguasaannya atau bila ingin mengetahui
keterampilan siswa maka mintalah siswa untuk melakukan tindakan
tertentu. Jawaban yang diberikan siswa hendaklah sesuai dengan kemampuan
yang diminta dalam tujuan pembelajaran.
7. Memberikan Umpan Balik
Memberikan
umpan balik merupakan fase yang terpenting. Untuk mendapatkan hasil
yang terbaik, umpan balik diberikan secara informative dengan cara
memberikan keterangan tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai
siswa. Misalnya jelaskan jawaban siswa yang sudah benar dan yang perlu
dilengkapi atau yang perlu dipelajari kembali oleh siswa dengan cara
“sudah baik”, “pelajari kembali”, atau “lengkapi”, dll.
8. Menilai untuk Kerja
Merupakan
peristiwa pembelajaran yang berfungsi menilai apakah siswa sudah
mencapai tujuan atau belum. Untuk itu perlu dibuat alat penilaian yang
konsisten dengan tujuan dan diharapkan mampu mengukur tingkat pencapaian
belajar siswa.
9. Meningkatkan Retensi
Guru
perlu memberikan latihan-latihan dalam berbagai situasi agar dapat
menjamin bahwa siswanya dapat mengulangi dan menggunakan pengetahuan
barunya kapan saja diperlukan. (Panen, Paulina dkk, 1999 dan Anonimous,
2007)
Dalam suatu pembelajaran, satu hal yang penting dan perlu ditanamkan dalam diri siswa adalah “kepercayaan diri”. Menurut
Dalam suatu pembelajaran, satu hal yang penting dan perlu ditanamkan dalam diri siswa adalah “kepercayaan diri”. Menurut
Bandura
seperti dikutip oleh Gagne dan Driscoll (1988: 70) seseorang yang
memiliki sikap percaya diri tinggi cenderung akan berhasil bagaimana pun
kemampuan yang ia miliki. Sikap di mana seseorang merasa yakin, percaya
dapat berhasil mencapai sesuatu akan mempengaruhi mereka bertingkah
laku untuk mencapai keberhasilan tersebut. Sikap ini mempengaruhi
kinerja aktual seseorang, sehingga perbedaan dalam sikap ini menimbulkan
perbedaan dalam kinerja. (Mambo, 2008)
Membantu
siswa menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta menanamkan pada siswa
gambaran diri positif terhadap diri sendiri. Menghadirkan seseorang
yang terkenal dalam suatu bidang sebagai pembicara, memperlihatkan video
tapes atau potret seseorang yang telah berhasil (sebagai model),
misalnya merupakan salah satu cara menanamkan gambaran positif terhadap
diri sendiri dan kepada siswa.
Salah
satu cata untuk menumbuhkan kepercayaan dir pada siswa adalah dengan
menggunakan seorang model. Menurut Martin dan Briggs (1986) dalam Mambo
(2008) penggunaan model seseorang yang berhasil dapat mengubah sikap dan
tingkah laku individu mendapat dukungan luas dari para ahli.
Menggunakan seseorang sebagai model untuk menanamkan sikap percaya diri
menurut Bandura seperti dikutip Gagne dan Briggs (1979: 88) sudah
dilakukan secara luas di sekolah-sekolah.
Adapun langkah-langkah menanmkan rasa percaya diri pada diri siswa di dalam kelas antara lain sebagai berikut:
-
Menggunakan suatu patokan, standar yang memungkinkan siswa dapat
mencapai keberhasilan (misalnya dengan mengatakan bahwa kamu tentu dapat
menjawab pertanyaan di bawah ini tanpa melihat buku).
-
Memberi tugas yang sukar tetapi cukup realistis untuk
diselesaikan/sesuai dengan kemampuan siswa (misalnya memberi tugas
kepada siswa dimulai dari yang mudah berangsur sampai ke tugas yang
sukar). Menyajikan materi secara bertahap sesuai dengan urutan dan
tingkat kesukarannya menurut Keller dan Dodge seperti dikutip Reigeluth
dan Curtis dalam Gagne (1987) merupakan salah satu usaha menanamkan rasa
percaya diri pada siswa.
-
Mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran misalnya menurut Lesser
seperti dikutip Gagne dan Driscoll (1988:69) variasi dari serius ke
humor, dari cepat ke lambat, dari suara keras ke suara yang sedang, dan
mengubah gaya mengajar.
-
Mengadakan komunikasi nonverbal dalam kegiatan pembelajaran seperti
demonstrasi dan simulasi yang menurut Gagne dan Briggs (1979) dapat
dilakukan untuk menarik minat/perhatian siswa.
Evaluasi
terhadap siswa dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan
yang telah mereka capai. Apakah siswa telah memiliki kemampuan seperti
yang dinyatakan dalam tujuan pembelajaran (Gagne dan Briggs, 1979).
Siswa
yang telah berhasil mengerjakan atau mencapai sesuatu merasa
bangga/puas atas keberhasilan tersebut. Keberhasilan dan kebanggaan itu
menjadi penguat bagi siswa tersebut untuk mencapai keberhasilan
berikutnya (Gagne dan Driscoll, 1988 dalam Mambo, 2008).
10. Keunggulan Strategi / Model Pembelajaran yang Berpijak pada
10. Keunggulan Strategi / Model Pembelajaran yang Berpijak pada
Teori Pemrosesan Informasi
Keunggulan Strategi / Model Pembelajaran yang Berpijak pada Teori
Pemrosesan Informasi adalah sebagai berikut:
a. Cara beripikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.
b. Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis.
c. Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap.
d. Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin dicapai.
e. Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.
f.
Kontrol belajar (content control, pace control, display control,
conscious cognition control) memungkinkan belajar sesuai dengan irama
masing-masing individu (prinsip perbedaan individual terlayani).
g.
Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat
untuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang
diharapkan.
11. Media Pembelajaran
11. Media Pembelajaran
Secara
umum media yang digunakan dalam mendukung pembelajaran sesuai dengan
teori belajar Gagne haruslah mengukuti prinsip-prinsip pemilihan media.
Dari
segi terori belajar, berbagai kondisi dan prinsip-prinsip psikologis
yang perlu mendapat pertimbangan pemilihan dan penggunaan media
diantaranya adalah: (1) Motivasi; (2) Perbedaan individual; (3) Tujuan
pembelajaran; (4) Organisasi isi; (5) Persiapan sebelum belajar; (6)
Emosi; (7) Partisipasi; (8) Umpan balik; (9) Penguatan (reinforcement);
(10) Latihan dan pengulangan; dan (11) Penerapan. (Arsyad, Azhar, 1997)
Pemilihan
media juga haruslah senantiasa mendukung pencapaian kapabilitas belajar
yang meliputi informasi verbal, kemampuan intelektual, strategi
kognitif, sikapdan keterampilan motorik. Media juga haruslah senantiasa
meningkatkan perhatian siswa, memotivasi belajar siswa, membangkitkan
ingatan siswa, mengarahkan persepsi siwa, dan memungkinkan memori jangka
panjang.
Contoh
media pembelajaran yang dapat digunakan adalah media nyata berupa
realia. Media ini dapat diamati langsung oleh siswa. Siswa bisa
mendapatkan pengalaman langsung dari pembelajaran yang dilakukan. Media
visual juga sangat membantu siswa dalam hal pemberian informasi, seperti
film, chart dan flipchart.
Disamping
itu, untuk menambah motivasi siswa dalam belajar, konsep lain untuk
memilih media dapat menggunakan pola seperti lain. Sejumlah pertimbangan
dalam memilih media pembelajaran yang tepat dapat kita rumuskan dalam
satu kata ACTION, yaitu akronim dari; Access, Cost, Technology,
Interactivity, Organization, dan Novelty.
1. Access.
Kemudahan
akses menjadi pertimbangan pertama dalam memilih media. Apakah media
yang kita perlukan itu tersedia, mudah, dan dapat dimanfaatkan oleh
siswa? Misalnya, kita ingin menggunakan media internet, perlu
dipertimbangkan terlebih dahulu apakah ada saluran untuk koneksi ke
internet? Akses juga menyangkut aspek kebijakan, misalnya apakah siswa
diijinkan untuk menggunakannya? Komputer yang terhubung ke internet
jangan hanya digunakan untuk kepala sekolah, tapi juga guru, dan yang
lebih penting untuk siswa. Siswa harus memperoleh akses. Dalam hal ini
media harus merupakan bagian dalam interaksi dan aktivitas siswa, bukan
hanya guru yang menggunakan media tersebut.
2. Cost.
Biaya juga harus dipertimbangkan. Banyak jenis media yang dapat menjadi
pilihan kita, pada umumnya media canggih biasanya cenderung mahal.
Namun, mahalnya biaya itu harus kita hitung dengan aspek menfaatnya.
Semakin banyak yang menggunakan, maka unit biaya dari sebuah media akan
semakin menurun. Media yang efektif tidak selalu mahal, jika guru
kreatif dan menguasai materi pelajaran maka akan memanfaatkan
objek-objek untuk dijadikan sebagai media dengan biaya yang murah namun
efektif.
3. Technology.
Mungkin saja kita tertarik kepada satu media tertentu. Tapi kita perlu
perhatikan apakah teknologi tersedia dan mudah menggunakannya?
Katakanlah kita ingin menggunakan media audio visual di kelas. Perlu
kita pertimbangkan, apakah ada listrik, voltase listrik cukup dan
sesuai?
4. Interactivity.
Media
yang baik adalah yang dapat memunculkan komunikasi dua arah atau
interaktivitas. Setiap kegiatan pembelajaran yang anda kembangkan tentu
saja memerlukan media yang sesuai dengan tujuan pembelajaran tersebut.
Jadikan media itu sebagai alat bantu siswa dalam beraktivitas, misalnya
puzzel untuk anak SD, siswa dapat menggunakannya sendiri, menyusun
gambar hingga lengkap, flash card dapat dikondisikan dalam bentuk
permainan dan semua siswa terlibat baik secara fisik, intelektual maupun
mental.
5. Organization.
Pertimbangan
yang juga penting adalah dukungan organisasi. Misalnya, apakah pimpinan
sekolah atau yayasan mendukung? Bagaimana pengorganisasiannya. Apakah
di sekolah ini tersedia satu unit yang disebut pusat sumber belajar?
6. Novelty.
Kebaruan
dari media yang anda pilih juga harus menjadi pertimbangan. Media yang
lebih baru biasanya lebih baik dan lebih menarik bagi siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Nyimas dkk. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Bahan Ajar Cetak S1 PGSD. Jakarta: Dirjen Dikti-Depdiknas.
Anonimous. 2007. Komponen Strategi Pembelajaran http://blog.persimpangan.com/blog/2007/08/17/komponen-strategi-pembelajaran/ (diakses tanggal 16 Maret 2008)
Arsyad, Azhar. 1997. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Asnaldi, Arie. -. Teori-Teori Belajar Proses Perubahan Tingkah Laku & Belajar. http://asnaldi.multiply.com/journal/item/5 (diakses tanggal 16 Maret 2008)
Azhie, 2008. Teori Belajar. http://neozonk.blogspot.com/2008/02/ teori-belajar.html (diakses tanggal 16 Maret 2008)
Budiningsih, Asri. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Dahar, Ratna Wilis. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta: P2LPTK
Mambo. 2008. Model Pembelajaran ARIAS. http://www.duniaguru.com. Portal Dunia Guru http://www.google.co.id/search? q=model+pembelajaran+gagne&hl=id (diakses tanggal 16 Maret 2008)
Rusliana, Ade. 2007. Teori Belajar. http://blogs.unpad.ac.id/aderusliana/?p=4 (diakses tanggal 16 Maret 2008)
Shadiq, Fadjar. 2007. Hirarki Belajar: Suatu Teori dari Gagne. http://fadjarp3g.files.wordpress.com/2007/09/01-hirarki_pelangi_.pdf (Diakses tanggal 16 Maret 2008)
Winkel, W.S. 2007. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Nyimas dkk. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Bahan Ajar Cetak S1 PGSD. Jakarta: Dirjen Dikti-Depdiknas.
Anonimous. 2007. Komponen Strategi Pembelajaran http://blog.persimpangan.com/blog/2007/08/17/komponen-strategi-pembelajaran/ (diakses tanggal 16 Maret 2008)
Arsyad, Azhar. 1997. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Asnaldi, Arie. -. Teori-Teori Belajar Proses Perubahan Tingkah Laku & Belajar. http://asnaldi.multiply.com/journal/item/5 (diakses tanggal 16 Maret 2008)
Azhie, 2008. Teori Belajar. http://neozonk.blogspot.com/2008/02/ teori-belajar.html (diakses tanggal 16 Maret 2008)
Budiningsih, Asri. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Dahar, Ratna Wilis. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta: P2LPTK
Mambo. 2008. Model Pembelajaran ARIAS. http://www.duniaguru.com. Portal Dunia Guru http://www.google.co.id/search? q=model+pembelajaran+gagne&hl=id (diakses tanggal 16 Maret 2008)
Rusliana, Ade. 2007. Teori Belajar. http://blogs.unpad.ac.id/aderusliana/?p=4 (diakses tanggal 16 Maret 2008)
Shadiq, Fadjar. 2007. Hirarki Belajar: Suatu Teori dari Gagne. http://fadjarp3g.files.wordpress.com/2007/09/01-hirarki_pelangi_.pdf (Diakses tanggal 16 Maret 2008)
Winkel, W.S. 2007. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.
Komentar
Posting Komentar