Langsung ke konten utama

Pembelajaran Kooperatif

A. Ruang Lingkup Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran yang bernaung dalam teori kontruktivis adalah kooperatif. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. 
Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.

Di dalam kelas koopratif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang  terdiri dari 4-6 orangsiswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.


Selama belajar secara kooperatif siswa tetap tinggal dalam kelompoknya selama beberapa kali pertemuan . Mereka diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerjasama dengan baik dengan kelompoknya, seperti menjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan kepada teman sekelompoknya dengan baik, berdiskusi dan sebagainya. Agar terlaksana dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang isinya pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan.


B. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Eggen & Kauchak, 1996: 279). Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, menfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar sama-sama, siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengans sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.


Perbedaan antara pengajaran kelompok belajar  kooperatif dengan pengajaran konvensional dapat disaksikan pada tabel berikut ini:





Kelompok Belajar Kooperatif
Kelompok Belajar Konvensional
Adanya salin ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya.
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya “mendompleng” keberhasilan “pemborong”
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan

Kelompok belajar biasanya homogen
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok
Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih ketua kelompoknya dengan cara masing-masing.
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan
Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantaun melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerjasama antara anggota kelompok
Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.
Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar
Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan inter personal (antar pribadi yang saling menghargai)
Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.


Tabel 2. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan pembelajaran konvensional

Struktur tujuan kooperatif terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka jika hanya siswa lain  dengan siapa mereka bekerjasama mencapai tujuan tersebut. Tuuan-tujuan pembelajaran ini mencakup 3 (tiga) jenis tujuan penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, 2007. Dalam Trianto, 2007: 44).

C. Lingkungan belajar dan Sistem Pengelolaannya.
Pembelajaran Kooperatif bertitik tolak pada pandangan John Dewey dan Herbert Thelan (dalam Trianto, 2007: 45) yang menyatakan bahwa pendidikan dalam masyarakt yang demokratis seyogyanya mengajarkan proses demokratis secara langsung. Tingkah laku demokratif dipandangnya sebagai dasar demokrasi, dan sekolah dipandangnya sebagai laboratorium untuk mengembangkan tingkah laku demokrasi.
Proses demokrasi dan peran aktif merupakan ciri yang khas dari lingkungan pembelajaran kooperatif.  Dalam pembentukan kelompok, gurtu menerapkan  struktur tingkat tinggi, dan guru juga mendefenisikan semua prosedur. Meskipun demikian, guru tidak dibenarkan mengelolah tingkah laku siswa dalam kelompok secara ketat, dan siswa memiliki ruang dan peluang untuk secara bebas mengendalikan aktivitas-aktivitas di dalam kelompoknya (Trianto, 2007: 45).
Selain itu agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan sesuai dengan harapan, dan siswa dapat bekerja secara produktif dalam kelompok, maka siswa perlu diajarkan keterampilan-keterampilan kooperatif. Keterapilan kooperatif disini dimaksudkan untuk melancarkan peranan hunbungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan perana tugas dapat dilakukan dengan membagi tugas antar kelompok. Lungren (dalam Trianto, 2007: 46), menyusun keterampilan-keterampilam kooperatif tersebut secara terinci dalam 3 tingkatan keterampilan yaitu:
(1) Keterampilan kooperatif tingkat awal, antara lain:
  • Berada dalam tugas, yaitu menjalankan tugas sesuai dengan tanggungjawabnya.
  • Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menggantikan teman dengan tugas dan tanggung jawab tertentu dalam kelompok
  • Mendorong adanya partisipasi, memotivasi semua anggota kelompok untuk memberikan konstribusi
  • Menggunakan kesepakatan yaitu menyamakan persepsi.
(2)   Keterampilan kooperatif tingkat menengah antara lain:
  • Mendengarkan dengan aktif yaitu menggunakan pesan fisik atau verbal sebagai indikator menyerap informasi secara energik.
  • Bertanya yaitu meminta penjelasan atau klarifikasi sebuah informasi.
  • Menafsirkan, yaitu menyusun sebuah pemahaman terhadap informasi dengan kalimat yang berbeda
  • Memerikas ketepatan, membandingkan jawaban, memastikan kebenaran sebuah jawaban.
(3)  Keterampilan kooperatif tingkat mahir. Diantaranya:
  • Mengolaborasi, yaitu memperluas konsep, membuat kesimpulan dan menghubungkan pendapat-pendapat dengan topik tertentu.
Apabila diperhatikan secara seksama, maka  pembelajaran kooperatif ini mempunyai ciri-ciri tertentu dibandingkan dengan model pengajaran lainnya. Arends, 1997 (dalam Trianto, 2007: 47) menyatakan bahwa, pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar,
  2. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah,
  3. Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam; dan
  4. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Dari uraian tinjauan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan kerjasama antar siswa dan saling ketergantungan dalam struktur pencapaian tugas, tujuan, dan penghargaan.

D. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Terdapat 6 (enam) langkah utama atau tahapan di dalam pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut:










Fase
Tingkah Laku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Fase 3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mere ka.
Fase 5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-amsing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
Tabel 3. Tahapan-Tahapan Model Pembelajaran Kooperatif


E. Beberapa Variasi dalam Model Cooperative Learning
Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat beberapa variasi dari model tersebut, setidaknya terdapat empat pendekatan yang seharusnya merupakan bagian dari kumpulan strategi guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif. Yaitu STAD, JIGSAW, Investigasi Kelompok (Teams Games Tournaments atau TGT), dan pendekatan struktural yang meliputi Think Pair Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT).
Berikut ini disajikan perbandingan diantara keempat variasi model pembelajar kooperatif:


STAD
JIGSAW
Investigasi Kelompok
Pendekatan Struktural
Tujuan Kognitif
Informasi akademik sederhana
Informasi akademik sederhana
Informasi akademik tingkat tinggi & keterampilan inquiry
Informasi akademik sederhana
Tujuan Sosial
Kerja kelompok dan kerjasama
Kerja kelompok dan kerjasama
Kerja sama dalam kelompok kompleks
Keterampilan kelompok & keterampilan sosial
Struktur Tim
Kelompok belajar heterogen dengan 4-5 anggota kelompok
Kelompok belajar heterogen dengan 5-6 anggota kelompok, menggunakan pola kelompok “asal”, dan kelompok “ahli”
Kelompok belajar heterogen dengan 5-6 anggota kelompok
Bervariasi, berdua, bertiga, kelompok dengan anggota 4-5 orang
Pemilihan Topik
Biasanya guru
Biasanya guru
Biasanya siswa
Biasanya guru
Tugas Utama
Siswa dapat menggunakan lembar kegiatan & saling membantu untuk menuntaskan materi belajarnya
Siswa mempelajari materi dalam kelompok ‘ahli’ kemudian membantu anggota kelompok asal mempelajari materi itu
Siswa menyelesaikan inquiry kompleks
Siswa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan secara sosial dan kognitif
Penilaian
Tes mingguan
Bervariasi dapat berupa tes mingguan
Menyelesaikan proyek dan menulis laporan, dapat menggunakan tes essay
Bervariasi
Pengakuan
Lembar pengetahuan & publikasi lain
Publikasi lain
Lembar pengakuan dan publikasi lain
Bervariasi










DAFTAR PUSTAKA



Ardana, Made.2001. Pengembangan Model Kooperatif Individuasi Berbantu Berwawasan Konstruktivis. Singaraja:Aneka Widya SIKIP Singaraja.

Djangi Muh. Jasri.1994. Memanfaatkan Siswa yang Pandai sebagai Tutor Sebaya dalam Pengajaran Biologi di SMA. Makalah dalam Jurnal Transformasi. Makassar.FPMIPA UNM.

Glazer,E.2001. Problem Based Instruction. http://www.coe.uga.edu.epltt/problem basedinstruc.htm

Ibrahim, Muslimin.  Mohammad Nur. 2000. Pembelajaran Berdasarkan Masalah .Surabaya: Universitas Negeri Surabaya

I Wayan Dasna dan Sutrisno. 2000. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang

Kardi, Soeparman. Mohammad Nur. 2000. Pengajaran Langsung. Surabaya: Universitas Negeri Malang.

Nurhadi.2004. Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo.

Trianto, S.Pd.M.Pd.2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek.Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta

Sardiman A.M. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta.

Sudjana,Nana.2000. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar.Bandung:Sinar Baru Algensindo.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hipotesis Penelitian Fisika

A. PENDAHULUAN Hipotesis adalah alat yang sangat besar kegunaannya dalam penyelidikan ilmiah. Hipotesis memungkinkan kita untuk menghubungkan teori dengan pengamtan, dan sebaliknya pengamatan dengan teori. Dewasa ini penggunaan hipotesis memungkinkan kita dalam usaha mencari pengetahuan, untuk memakai ide-ide para ahli filsafat induktif yang menekankan pengamatan, dan logika para ahli filsafat deduktif yang menekankan penalaran.

Jenis-jenis Penelitian

Penelitian dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis penelitian, diantaranya: Penelitian kualitatif (termasuk penelitian historis dan deskriptif)adalah penelitian yang tidak menggunakan model-model matematik, statistik atau komputer. Proses penelitian dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan digunakan dalam penelitian. Asumsi dan aturan berpikir tersebut selanjutnya diterapkan secara sistematis dalam pengumpulan dan pengolahan data untuk memberikan penjelasan dan argumentasi.

Kontak Kami

NAMA EMAIL PERIHAL KOMENTAR UP LOAD FILE Image Verification Ketik kode di samping : [ Refresh ]