A. Ruang Lingkup Pengajaran berdasarkan
masalah
Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based learning), selanjutnya
disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat
memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. PBL adalah suatu model
pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui
tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk
memecahkan masalah.
Pengajaran berdasarkan masalah telah dikenal sejak zaman John Dewey, yang
sekarang ini mulai diangkat sebab ditinjau secara umum pembelajaran berdasarkan
masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi
masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Menurut Dewey (dalam Trianto, 2007: 67) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada sisswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsikan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemcahannya dengan baik. Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan akan menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya.
masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Menurut Dewey (dalam Trianto, 2007: 67) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada sisswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsikan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemcahannya dengan baik. Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan akan menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya.
Pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk
pengajaran proses berfikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa
untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun
pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran
ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.

Menurut Arends, 1997 (dalam Trianto, 2007: 68), pengajaran berdasarkan
masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan
permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka
sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi,
mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Model pembelajaran ini juga mengacu
pada model pembelajaran yang lain, seperti “pembelajaran berdasarkan proyek (project-based
instruction)”, “pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based
instruction)”, belajar otentik (authentic learning)”, dan
“pembelajaran bermakna (anchored instruction)”.
B. Ciri-Ciri Khusus Pengajaran Berdasarkan Masalah
PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada
siswa/siswa dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open
ended melalui stimulus dalam belajar.
PBL memiliki karakteristik-karakteristik seperti belajar dimulai dengan suatu masalah, memastikan bahwa masalah yang diberikan
berhubungan dengan dunia nyata siswa,
mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah,
bukan diseputar disiplin ilmu,
memberikan tanggung jawab yang besar kepada
pebelajar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar
mereka sendiri,
menggunakan kelompok kecil, menuntut pebelajar untuk mendemontrasikan apa
yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja.
Cara pemecahan masalah yang digunakan sebagaimana dikemukakan oleh Glazer (2001) bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu strategi pengajaran dimana siswa secara aktif dihadapkan pada masalah kompleks dalam situasi yang nyata. Secara garis besar model pembelajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan situasi masalah yang autentik dan bermakna yang memberikan kemudahan kepada siswa melakukan penyelidikan inkuiri.
Ibrahim (2000) mengemukakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima tahap utama, yang dimulai dengan guru mengorientasikan siswa kepada situasi masalah yang autentik dan diakhiri dengan penyajian karya.
Tahap-tahap yang dilakukan siswa dalam mengikuti model pembelajaran berbasis masalah :
Cara pemecahan masalah yang digunakan sebagaimana dikemukakan oleh Glazer (2001) bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu strategi pengajaran dimana siswa secara aktif dihadapkan pada masalah kompleks dalam situasi yang nyata. Secara garis besar model pembelajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan situasi masalah yang autentik dan bermakna yang memberikan kemudahan kepada siswa melakukan penyelidikan inkuiri.
Ibrahim (2000) mengemukakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah terdiri dari lima tahap utama, yang dimulai dengan guru mengorientasikan siswa kepada situasi masalah yang autentik dan diakhiri dengan penyajian karya.
Tahap-tahap yang dilakukan siswa dalam mengikuti model pembelajaran berbasis masalah :
Tahap
1 Orientasi siswa pada
masalah,
Tahap
2 mengorganisasi siswa
untuk belajar,
Tahap
3 membimbing penyelidikan
individual,
Tahap
4 mengembangkan dan menyajikan hasil karya,
Tahap
5 menganilis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah.
Jika jangkauan masalahnya sedang-sedang saja, kelima tahap tersebut dapat
diselesaikan dalam dua sampai tiga kali pertemuan. Namun untuk masalah yang
kompleks mungkin akan membutuhkan setahun penuh untuk menyelesaikannya. Peranan guru dalam model pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan
masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Lebih
penting lagi adalah guru melakukan scaffolding. Scaffolding
merupakan proses dimana guru membantu siswa untuk menuntaskan suatu maalah
melampaui tingkat pengetahuannya saat itu. Nurhadi (2003) menyatakan bahwa
pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pengajaran yang menggunakan
masalah-masalah dunia nyata sebagai kointeks bagi siswa untuk belajar tentang
cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh
pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran.
Model pembelajaran berbasis masalah mempunyai karakteristik sebagai berikut
:
- Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang keduanya secara social pentIng dan secara pribadi bermakna bagi siswa.
- Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Masalah yang diselidiki telah benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak hal
- Penyelidikan autentik. Pembelajaran berbasis masalah melakukan penyelidikan nyata terhadap masalah nyata.
- Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya. Pembelajatan berbasis masalah menuntut siswa menghasilkan produk tertentu dalam karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk pemecahan masalah yang mereka temukan.
- Kerjasama. Pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi yang berkelanjutan dan terlibat dalam tugas-tugas kompleks. Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual serta belajar berbagai peran orang dewasa. Pembelajaran berbasis masalah juga membuat siswa menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri.
Secara terinci tujuan penelitian
berbasis masalah adalah seperti keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan
masalah, dan kerjasama yang dilakukan dalam pembelajaran
berbasis masalah mendorong munculnya berbagai keterampilan inquiri dan
dialog, dengan demikian akan berkembang keterampilan social dan berpikir.
Pemodelan peranan orang dewasa
Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan sebuah proses pembelajaran otonom yang mandiri. Pembelajaran berbasis masalah berusaha membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom. Bimbingan guru yang berulang-ulang mendorong dan mengarahkan siswa mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri. Dengan demikian siswa belajar menyelesaikan tugas-tugas meeka secara mandiri dalam kehidupan kelak.
Pemodelan peranan orang dewasa
Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan sebuah proses pembelajaran otonom yang mandiri. Pembelajaran berbasis masalah berusaha membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom. Bimbingan guru yang berulang-ulang mendorong dan mengarahkan siswa mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri. Dengan demikian siswa belajar menyelesaikan tugas-tugas meeka secara mandiri dalam kehidupan kelak.
Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa
melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar
yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok,
disamping pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti
membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan
data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan,
berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa model PBL
dapat memberikan pengalaman yang kaya kepada siswa. Dengan kata lain,
penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka
pelajari sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata
pada kehidupan sehari-hari.
C. Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran Berbasis Masalah
biasanya terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai dari guru memperkenalkan
siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis
hasil kerja siswa. Secara singkat kelima tahapan pembelajaran PBL adalah
seperti pada Tabel 1 berikut.
Tahap
|
Tingkah Laku Guru
|
Tahap I
Orientasi siswa pada masalah
|
Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat
pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Guru mendiskusikan rubric
asesmen yang akan digunakan dalam menilai kegiatan/hasil karya siswa
|
Tahap 2
Mengorganisasi siswa untuk belajar
|
Guru membantu siswa mendefinisikan
dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
|
Tahap 3
Membimbing penyelidikan individual
maupun kelompok
|
Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.
|
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil
karya
|
Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan
model dan membantu mereka untuk berbagintugas dengan temannya.
|
Tahap 5
Menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masa
|
Guru membantu siswa untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang
mereka gunakan
|
Fase Aktivitas guru
Fase 1:
Mengorientasikan siswa pada masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang diperlukan, memotivasi siswa
terlibat aktif pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih
Fase 2:
Mengorganisasi siswa untuk belajar
,Membantu siswa membatasi dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah yang dihadapi
Fase 3:
Membimbing penyelidikan individu
maupun kelompok Mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen, dan mencari untuk penjelasan dan pemecahan
Fase 4:
Mengembangkan dan menyajikan hasil
karya Membantu siswa merencanakan dan menyi-apkan karya yang sesuai seperti
laporan, video, dan model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan
temannya.
Fase 5:
Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah Membantu siswa melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan
proses-proses yang digunakan selama berlangusungnya pemecahan masalah.
Fase 1: Mengorientasikan siswa pada
masalah
Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas -aktivitas yang akan dilakukan. Dalam penggunaan PBL, tahapan ini sangat penting dimana guru/dosen harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh siswa dan juga oleh dosen. Disamping proses yang akan berlangsung, sangat penting juga dijelaskan bagaimana guru/dosen akan mengevaluasi proses pembelajaran. Hal ini sangat penting untuk memberikan motivasi agar siswa dapat engage dalam pembelajaran yang akan dilakukan.
Sutrisno (2006) menekankan empat hal
penting pada proses ini, yaitu:
- Tujuan utama pengajaran ini tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana menjadi siswa yang mandiri,
- Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak “benar“, sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian dan seringkali bertentangan,
- Selama tahap penyelidikan (dalam pengajaran ini), siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan bertindak sebagai pembimbing yang siap membantu, namun siswa harus berusaha untuk bekerja mandiri atau dengan temannya,
- Selama tahap analisis dan penjelasan, siswa akan didorong untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan. Tidak ada ide yang akan ditertawakan oleh guru atau teman sekelas. Semua siswa diberi peluang untuk menyumbang kepada penyelidikan dan menyampaikan ide-ide mereka.
Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk
belajar
Disamping mengembangkan ketrampilan memecahkan masalah, pembelajaran PBL juga mendorong siswa/siswa belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu, guru/dosen dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa dimana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Prinsip-prinsip pengelompokan siswa dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan dalam konteks ini seperti: kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antar anggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya. Guru/dosen sangat penting memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing kelompok untuk menjaga kinerja dan dinamika kelompok selama pembelajaran.
Setelah siswa diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk
kelompok belajar selanjutnya guru dan siswa menetapkan subtopik-subtopik yang
spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal. Tantangan utama bagi guru pada
tahap ini adalah mengupayakan agar semua siswa aktif terlibat dalam sejumlah
kegiatan penyelidikan dan hasil-hasil penyelidikan ini dapat menghasilkan
penyelesaian terhadap permasalahan tersebut.
Fase 3: Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok
Penyelidikan adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu melibatkan karakter yang identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul memahami dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar siswa mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri. Pada fase ini seharusnya lebih dari sekedar membaca tentang masalah-masalah dalam buku-buku. Guru membantu siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber, dan ia seharusnya mengajukan pertanyaan pada siswa untuk berifikir tentang massalah dan ragam informasi yang dibutuhkan untuk sampai pada pemecahan masalah yang dapat dipertahankan.
Setelah siswa mengumpulkan cukup data dan memberikan permasalahan tentang
fenomena yang mereka selidiki, selanjutnya mereka mulai menawarkan penjelasan
dalam bentuk hipotesis, penjelesan, dan pemecahan. Selama pengajaran pada fase
ini, guru mendorong siswa untuk menyampikan semua ide-idenya dan menerima
secara penuh ide tersebut. Guru juga harus mengajukan pertanyaan yang membuat
siswa berfikir tentang kelayakan hipotesis dan solusi yang mereka buat serta
tentang kualitas informasi yang dikumpulkan. Pertanyaan-pertanyaan berikut
kiranya cukup memadai untuk membangkitkan semangat penyelidikan bagi siswa.
“Apa yang Anda butuhkan agar Anda yakin bahwa pemecahan dengan cara Anda adalah
yang terbaik?” atau “Apa yang dapat Anda lakukan untuk menguji kelayakan
pemecahanmu?” atau “Apakah ada solusi lain yang dapat Anda usulkan?”. Oleh
karena itu, selama fase ini, guru harus menyediakan bantuan yang dibutuhkan
tanpa mengganggu aktivitas siswa dalam kegaitan penyelidikan.
Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan artifak (hasil karya) dan
mempamerkannya
Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artifak (hasil karya) dan pameran. Artifak lebih dari sekedar laporan tertulis, namun bisa suatu videotape (menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan secara fisik dari situasi masalah dan pemecahannya), program komputer, dan sajian multimedia. Tentunya kecanggihan artifak sangat dipengaruhi tingkat berfikir siswa. Langkah selanjutnya adalah mempamerkan hasil karyanya dan guru berperan sebagai organisator pameran. Akan lebih baik jika dalam pemeran ini melibatkan siswa-siswa lainnya, guru-guru, orangtua, dan lainnya yang dapat menjadi “penilai” atau memberikan umpan balik.
Fase 5: Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah
Fase ini merupakan tahap akhir dalam PBL. Fase ini dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan kete-rampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini guru meminta siswa untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya. Kapan mereka pertama kali memperoleh pemahaman yang jelas tentang situasi masalah? Kapan mereka yakin dalam pemecahan tertentu? Mengapa mereka dapat menerima penjelasan lebih siap dibanding yang lain? Mengapa mereka menolak beberapa penjelasan? Mengapa mereka mengadopsi pemecahan akhir dari mereka? Apakah mereka berubah pikiran tentang situasi masalah ketika penyelidikan berlangsung? Apa penyebab perubahan itu? Apakah mereka akan melakukan secara berbeda di waktu yang akan datang? Tentunya masih banyak lagi pertanyaan yang dapat diajukan untuk memberikan umpan balik dan menginvestigasi kelemahan dan kekuatan PBL untuk pengajaran.
PBL telah banyak diterapkan dalam pengajaran sains. Gallagher, dkk. (1995)
menyatakan bahwa PBL dapat dan perlu termasuk untuk eksperimentasi sebagai
suatu alat untuk memecahkan masalah. Mereka menggunakan suatu kerangka kerja
yang menekankan bagaimana para siswa merencanakan suatu eksperimen untuk
menjawab sederet pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Gallagher
berbasis pada “what do I know”, “what do I need to know”, “what do I need to
learn”, dan “how do I measure or describe the result”. Selama fase merancang
eksperimen berbasis masalah, para siswa mengembangkan suatu protokol yang
mendaftar setiap tahap dalam eksperimen itu. Dalam protokol ini, tampak ada
kecenderungan yang khas seperti standar perencanaan laboratorium, menjadi suatu
tuntunan metakognitif bagi para siswa untuk digunakan dalam pengembangan
eksperimen selanjutnya. Penerapan dengan model ini cukup berhasil serta
mendukung bahwa PBL dapat mempelopori penggunaan perencanaan laboratorium melalui
metode nontradisional.
C. IMPLEMENTASI PBL DALAM PEMBELAJARAN
Ada beberapa cara menerapkan PBL dalam pembelajaran. Secara umum penerapan model ini mulai dengan adanya masalah yang diharus dipecahkan atau dicari pemecahannya oleh siswa/siswa. Masalah tersebut dapat berasal dari siswa/siswa atau mungkin juga diberikan oleh pengajar. Siswa/siswa akan memusatkan pembelajaran di sekitar masalah tersebut, dengan arti lain, siswa belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah yang menjadi pusat perhatiannya.
Pemecahan masalah dalam PBL harus sesuai dengan langkah-langkah metode
ilmiah. Dengan demikian siswa/siswa belajar memecahkan masalah secara
sistematis dan terencana. Oleh sebab itu, penggunaan PBL dapat memberikan
pengalaman belajar melakukan kerja ilmiah yang sangat baik kepada siswa/siswa.
Langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran PBL paling sedikit ada
delapan tahapan (Pannen, 2001), yaitu:
- mengidentifikasi masalah,
- mengumpulkan data,
- menganalisis data,
- memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya,
- memilih cara untuk memecahkan masalah,
- merencanakan penerapan pemecahan masalah,
- melakukan ujicoba terhadap rencana yang ditetapkan,
- melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah.
Empat tahap yang pertama mutlak diperlukan untuk berbagai kategori tingkat
berfikir, sedangkan empat tahap berikutnya harus dicapai bila pembelajaran
dimaksudkan untuk mencapai keterampilan berfikir tingkat tinggi (higher order
thinking skills). Dalam proses pemecahan masalah sehari-hari, seluruh tahapan
terjadi dan bergulir dengan sendirinya, demikian pula keterampilan seseorang
harus mencapai seluruh tahapan tersebut. Langkah mengidentifikasi masalah merupakan tahapan yang sangat penting
dalam PBL. Pemilihan masalah yang tepat agar dapat memberikan pengalaman
belajar yang mencirikan kerja ilmiah seringkali menjadi ”masalah” bagi guru dan
siswa. Artinya, pemilihan masalah yang kurang luas, kurang relevan dengan
konteks materi pembelajaran, atau suatu masalah yang sangat menyeimpang dengan
tingkat berpikir siswa dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran.
Oleh sebab itu, sangat penting adanya pendampingan oleh guru pada tahap ini.
Walaupun guru tidak melakukan intervensi terhadap masalah tetapi dapat
memfokuskan masalah melalui pertanyaan-pertanyaan agar siswa melakukan refleksi
lebih dalam terhadap masalah yang dipilih. Dalam hal ini guru harus berperan
sebagai fasilitator agar pembelajaran tetap pada bingkai yang direncanakan.
Suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam PBL adalah
pertanyaan berbasis why bukan sekedar how. Oleh karena itu, setiap tahap dalam
pemecahan masalah, keterampilan siswa dalam tahap tersebut hendaknya tidak
semata-mata keterampilan how, tetapi kemampuan menjelaskan permasalahan dan
bagaimana permasalahan dapat terjadi. Tahapan dalam proses pemecahan masalah
digunakan sebagai kerangka atau panduan dalam proses belajar melalui PBL. Namun
yang harus dicapai pada akhir pembelajaran adalah kemampuannya untuk memahami
permasalahan dan alasan timbulnya permasalahan tersebut serta kedudukan
permasalahan tersebut dalam tatanan sistem yang sangat luas.
D. Prinsip-Prinsip dalam Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah secara khusus melibatkan siswa bekerja pada masalah dalam kelompok kecil yang terdiri dari lima orang dengan bantuan asisten sebagai tutor. Masalah disiapkan sebagai konteks pembelajaran baru. Analisis dan penyelesaian terhadap masalah itu menghasilkan perolehan pengetahuan dan keterampilan pemecahan masalah. Permasalahan dihadapkan sebelum semua pengetahuan relevan diperoleh dan tidak hanya setelah membaca teks atau mendengar ceramah tentang materi subjek yang melatarbelakangi masalah tersebut. Hal inilah yang membedakan antara PBL dan metode yang berorientasi masalah lainnya.
Tutor berfungsi sebagai pelatih kelompok yang menyediakan bantuan agar
interaksi siswa menjadi produktif dan membantu siswa mengidentifikasi
pengetahuan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah. Hasil dari proses
pemecahan masalah itu adalah, siswa membangun pertanyaan-pertanyaan (isu
pembelajaran) tentang jenis pengatahuan apa yang diperlukan untuk menyelesaikan
masalah? Setelah itu, siswa melakukan penelitian pada isu-isu
pembelajaran yang telah diidentifikasi dengan menggunakan berbagai sumber.
Untuk ini siswa disediakan waktu yang cukup untuk belajar mandiri. Proses PBL
akan menjadi lengkap bila siswa melaporkan hasil penelitiannnya (apa yang
dipelajari) pada pertemuan berikutnya. Tujuan pertama dari paparan ini adalah
untuk menunjukkan hubungan antara pengetahuan baru yang diperoleh dengan
masalah yang ada ditangan siswa. Fokus yang kedua adalah untuk bergerak pada
level pemahaman yang lebih umum, membuat kemungkinan transfers
pengetahuan baru. Setelah melengkapi siklus pemecahan masalah ini, siswa akan
memulai menganalisis masalah baru, kemudian diikuti lagi oleh prosedur: analisis-
penelitian- laporan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardana, Made.2001. Pengembangan Model Kooperatif Individuasi Berbantu Berwawasan
Konstruktivis. Singaraja:Aneka Widya SIKIP
Singaraja.
Djangi Muh. Jasri.1994. Memanfaatkan
Siswa yang Pandai sebagai Tutor Sebaya dalam Pengajaran Biologi di SMA.
Makalah dalam Jurnal Transformasi. Makassar.FPMIPA UNM.
Glazer,E.2001. Problem Based
Instruction. http://www.coe.uga.edu.epltt/problem basedinstruc.htm
Ibrahim, Muslimin. Mohammad
Nur. 2000. Pembelajaran Berdasarkan Masalah .Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya
I Wayan Dasna dan Sutrisno. 2000.
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Negeri Malang
Kardi, Soeparman. Mohammad Nur. 2000.
Pengajaran Langsung. Surabaya: Universitas Negeri Malang.
Nurhadi.2004. Kurikulum 2004
Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo.
Trianto, S.Pd.M.Pd.2007. Model
Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek.Prestasi Pustaka Publisher.
Jakarta
Sardiman A.M. 2007. Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar. PT. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta.
Sudjana,Nana.2000. Dasar-dasar
Proses Belajar Mengajar.Bandung:Sinar Baru Algensindo.
Komentar
Posting Komentar