1. Edward Lee Thorndike (1874 - 1949)
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya
asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan
respon (R).Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang
menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk bereaksi atau berbuat atau
respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.
Eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting lerning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.
Thorndike mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum berikut:
Eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting lerning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.
Thorndike mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum berikut:
1. Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme
memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut
akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
2. Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin sering suatu tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
3. Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:
a. Hukum Reaksi Bervariasi (Multiple Response). Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh proses trial dan error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
b. Hukum Sikap (Set/Attitude). Hukum ini menjelaskan bahwa perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.
c. Hukum Aktivitas Berat Sebelah (Prepotency of Element), Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon hanya pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respon selektif).
d. Hukum Respon by Analogy. Hukum ini mengatakan bahwa individu dapat melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama/identik, maka transfer akan makin mudah.
e. Hukum perpindahan asosiasi (Associative Shifting). Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara tertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.
Thorndike mengemukakan revisi hukum belajar antara lain:
1. Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan, saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah.
2. Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.
3. Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.
4. Akibat suatu perbuatan dapat menular (spread of effect) baik pada bidang lain maupun pada individu lain.
2. Ivan Petrovich Pavlov (1849 - 1936)
Classic Conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, di mana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
Urutan kejadian melalui percobaan terhadap anjing:
1. US (unconditioned stimulus) = stimulus asli atau netral: Stimulus tidak dikondisikan yaitu stimulus yang langsung menimbulkan respon, misalnya daging dapat merangsang anjing untuk mengeluarkan air liur.
2. UR (unconditioned respons): disebut perilaku responden (respondent behavior) respon tak bersyarat, yaitu respon yang muncul dengan hadirnya US, yaitu air liur anjing keluar karen anjing melihat daging.
3. CS (conditioning stimulus): stimulus bersyarat, yaitu stimulus yang tidak dapat langsung menimbulkan respon. Agar dapat menimbulkan respon perlu dipasangkan dengan US secara terus-menerus agar menimbulkan respon. Misalnya bunyi bel akan menyebabkan anjing mengeluarkan air liur jika selalu dipasangkan dengan daging.
4. CR (conditioning respons): respons bersyarat, yaitu rerspon yang muncul dengan hadirnya CS, Misalnya: air liur anjing keluar karena anjing mendengar bel.
Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasan dapat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami (UCS = Unconditional Stimulus = Stimulus yang tidak dikondisikan) dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan (CS = Conditional Stimulus = Stimulus yang dikondisikan). Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan. Dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
3. Burrhus Frederic Skinner (1904 - 1990)
Manajemen kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku (behavior modification) antara lain dengan proses penguatan (reinforcement) yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yang tidak tepat.
Operant Conditioning atau pengkondisian operan adalah suatu proses penguatan perilaku operasn (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Perilaku operan adalah perilaku yang dipancarkan secara spontan dan bebas Skinner membuat eksperiment sebagai berikut: dalam laboratorium. Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut ”Skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan, yaitu tombol, alat pembeli makanan, penampung makanan, lampu yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri listrik.
Karena dorongan lapar (hunger drive), tikus berusaha keluar untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shaping.
Unrus terpenting dalam belanja adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang.
Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dan lain-lain), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujuim bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, juara 1 dan sebagainya).
Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda / tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dan lain-lain).
Beberapa prinsip belajar Skinner antara lain:
1. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
5. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
6. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio reinforcer.
7. Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
Beberapa kekeliruan dalam penerapan teori, Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendiskripsikan siswa menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verba maupun fisik seperti : kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada siswa.
Selain itu kesalahan dalam reinforcement positif juga terjadi di dalam situasi pendidikan seperti penggunaan rangking juara di kelas yang mengharuskan anak menguasai semua mata pelajaran. Sebaliknya setiap anak diberi penguatan sesuai dengan kemampun yang diperlihatkan sehingga dalam satu kelas terdapat banyak penghargaan sesuai dengan prestasi yang ditunjukkan para siswa; misalnya: penghargaan di bidang bahasa, matematika, fisika, menyanyi, menari, atau olahraga.
4. Robert Gagne (1916 - 2002)
Teori instruksional Gagne adalah ”9 kondisi Instruksional” yaitu:
1. Gaining atlention = Mendapatkan perhatian
2. Inform leaner of objectives = Menginformasikan siswa mengenai tujuan yang akan dicapai.
3. Stimulate recall of prerequisite learning = Stimulus kemampuan dasar siswa untuk persiapan belajar.
4. Present new material = Penyajian materi baru.
5. Provide guidance = Menyediakan materi baru.
6. Elicit performance = Memunculkan tindakan.
7. Provide feedback about correctness = Siap memberikan umpan balik langsung terhadap hasil yang baik.
8. Assess performance = Menilai hasil belajar yang ditunjukkan.
9. Echance retention and recall = Meningkatkan proses penyimpanan memori dan mengingat.
Gagne disebut sebagai modern neobehaviourists – mendorong guru untuk merencanakan instruksional pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi. Ketrampilan paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam hirarki ketrampilan intelektual. Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana (belajar signal) dilanjutkan pada yang lebih kompleks (Belajar S-R, rangkaian S-R, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe belajar yang lebih tinggi (belajar aturan dan pemecahan masalah). Prakteknya gaya belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus – respon.
5. Albert Bandura (1925 – masih hidup sampai sekarang)
Teori belajar sosial Bandura menunjukkan pentingya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan reaksi emosi orang lain. Teori ini menjelaskan perilaku manusia dalam, konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan.
Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi adalah:
1. Perhatian (atensi), mencakup peristiwa peniruan (adanya kejelasan, keterlibatan perasaan, tingkat kerumitan, kelaziman, nilai fungsi) dan karakteristik pengamat (kemampuan indra, minat, persepsi, penguatan sebelumnya).
2. Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik, pengorganisasian pikiran, pengulangan simbol, pengulangan motorik.
3. Reproduksi motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
4. Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri.
Selain itu juga harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya. Proses mengingat akan lebih baik dengan cara mengkodekan perilaku yang ditiru ke dalam kata-kata, tanda atau gambar daripada hanya observasi sederhana (hanya melihat saja). Sebagai contoh: belajar gerakan tari dari instruktur membutuhkan pengamatan dari berbagai sudut yang dibantu cermin dan langsung ditirukan oleh siswa pada saat itu juga. Kemudian proses meniru akan lebih terbantu jika gerakan tari juga didukung dengan penayangan video, gambar atau intruksi yang ditulis dalam buku.
2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan, tersebut disukai dan dihargai dan perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Karena melibatkan atensi, ingatan dan motivasi, teori Bandura dilihat dalam kerangka teori behavior-kognitif. Teori belajar sosial membantu memahami terjadinya perilaku agresi dan penyimpangan psikologi dan bagaimana memodifikasi perilaku. Teori Bandura menjadi dasar dari perilaku pemodelan yang digunakan dalam berbagai pendidikan secara massal. Sebagai contoh: penerapan teori belajar sosial dalam iklan televisi. Iklan selalu menampilkan bintang-bintang yang populer dan disukai masyarakat, hal ini untuk mendorong konsumen agar membeli sabun supaya mempunyai kulit seperti para ”bintang” atau minum obat masuk anginnya ”orang pintar”.
v Aplikasi Teori Behavioristik Terhadap Pembelajaran Siswa
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori-teori behavioristik adalah ciri-ciri kuat mendasarinya yaitu:
a. Mementingkan pengaruh lingkungan.
b. Mementingkan bagian-bagian (elementalistik).
c. Mementingkan peranan reaksi.
d. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon.
e. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya.
f. Mementingkan pembentukan kebiasan melalui latihan dan pengulangan.
g. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan
v Kelebihan Teori Belajar Behaviorisme
1. Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui stimulasi.
2. Bahan pelajaran disusun secara hirarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
3. Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu.
4. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati dan jika terjadi kesalahan harus segera diperbaiki.
5. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.
6. Metode behavioristik ini sangat cocok untuk pemerolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, rafleks, daya tahan dan sebagainya contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahragam dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
v Kekurangan Teori Belajar Behavioris
1. Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
2. Mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.
3. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru.
4. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
5. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh begavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
2. Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin sering suatu tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
3. Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:
a. Hukum Reaksi Bervariasi (Multiple Response). Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh proses trial dan error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
b. Hukum Sikap (Set/Attitude). Hukum ini menjelaskan bahwa perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.
c. Hukum Aktivitas Berat Sebelah (Prepotency of Element), Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon hanya pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respon selektif).
d. Hukum Respon by Analogy. Hukum ini mengatakan bahwa individu dapat melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama/identik, maka transfer akan makin mudah.
e. Hukum perpindahan asosiasi (Associative Shifting). Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara tertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.
Thorndike mengemukakan revisi hukum belajar antara lain:
1. Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan, saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah.
2. Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.
3. Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.
4. Akibat suatu perbuatan dapat menular (spread of effect) baik pada bidang lain maupun pada individu lain.
2. Ivan Petrovich Pavlov (1849 - 1936)
Classic Conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, di mana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
Urutan kejadian melalui percobaan terhadap anjing:
1. US (unconditioned stimulus) = stimulus asli atau netral: Stimulus tidak dikondisikan yaitu stimulus yang langsung menimbulkan respon, misalnya daging dapat merangsang anjing untuk mengeluarkan air liur.
2. UR (unconditioned respons): disebut perilaku responden (respondent behavior) respon tak bersyarat, yaitu respon yang muncul dengan hadirnya US, yaitu air liur anjing keluar karen anjing melihat daging.
3. CS (conditioning stimulus): stimulus bersyarat, yaitu stimulus yang tidak dapat langsung menimbulkan respon. Agar dapat menimbulkan respon perlu dipasangkan dengan US secara terus-menerus agar menimbulkan respon. Misalnya bunyi bel akan menyebabkan anjing mengeluarkan air liur jika selalu dipasangkan dengan daging.
4. CR (conditioning respons): respons bersyarat, yaitu rerspon yang muncul dengan hadirnya CS, Misalnya: air liur anjing keluar karena anjing mendengar bel.
Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasan dapat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami (UCS = Unconditional Stimulus = Stimulus yang tidak dikondisikan) dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan (CS = Conditional Stimulus = Stimulus yang dikondisikan). Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan. Dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
3. Burrhus Frederic Skinner (1904 - 1990)
Manajemen kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku (behavior modification) antara lain dengan proses penguatan (reinforcement) yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yang tidak tepat.
Operant Conditioning atau pengkondisian operan adalah suatu proses penguatan perilaku operasn (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Perilaku operan adalah perilaku yang dipancarkan secara spontan dan bebas Skinner membuat eksperiment sebagai berikut: dalam laboratorium. Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut ”Skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan, yaitu tombol, alat pembeli makanan, penampung makanan, lampu yang dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri listrik.
Karena dorongan lapar (hunger drive), tikus berusaha keluar untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shaping.
Unrus terpenting dalam belanja adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang.
Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dan lain-lain), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujuim bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, juara 1 dan sebagainya).
Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda / tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dan lain-lain).
Beberapa prinsip belajar Skinner antara lain:
1. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
5. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
6. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio reinforcer.
7. Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
Beberapa kekeliruan dalam penerapan teori, Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendiskripsikan siswa menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verba maupun fisik seperti : kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada siswa.
Selain itu kesalahan dalam reinforcement positif juga terjadi di dalam situasi pendidikan seperti penggunaan rangking juara di kelas yang mengharuskan anak menguasai semua mata pelajaran. Sebaliknya setiap anak diberi penguatan sesuai dengan kemampun yang diperlihatkan sehingga dalam satu kelas terdapat banyak penghargaan sesuai dengan prestasi yang ditunjukkan para siswa; misalnya: penghargaan di bidang bahasa, matematika, fisika, menyanyi, menari, atau olahraga.
4. Robert Gagne (1916 - 2002)
Teori instruksional Gagne adalah ”9 kondisi Instruksional” yaitu:
1. Gaining atlention = Mendapatkan perhatian
2. Inform leaner of objectives = Menginformasikan siswa mengenai tujuan yang akan dicapai.
3. Stimulate recall of prerequisite learning = Stimulus kemampuan dasar siswa untuk persiapan belajar.
4. Present new material = Penyajian materi baru.
5. Provide guidance = Menyediakan materi baru.
6. Elicit performance = Memunculkan tindakan.
7. Provide feedback about correctness = Siap memberikan umpan balik langsung terhadap hasil yang baik.
8. Assess performance = Menilai hasil belajar yang ditunjukkan.
9. Echance retention and recall = Meningkatkan proses penyimpanan memori dan mengingat.
Gagne disebut sebagai modern neobehaviourists – mendorong guru untuk merencanakan instruksional pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi. Ketrampilan paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam hirarki ketrampilan intelektual. Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana (belajar signal) dilanjutkan pada yang lebih kompleks (Belajar S-R, rangkaian S-R, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe belajar yang lebih tinggi (belajar aturan dan pemecahan masalah). Prakteknya gaya belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus – respon.
5. Albert Bandura (1925 – masih hidup sampai sekarang)
Teori belajar sosial Bandura menunjukkan pentingya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan reaksi emosi orang lain. Teori ini menjelaskan perilaku manusia dalam, konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan.
Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi adalah:
1. Perhatian (atensi), mencakup peristiwa peniruan (adanya kejelasan, keterlibatan perasaan, tingkat kerumitan, kelaziman, nilai fungsi) dan karakteristik pengamat (kemampuan indra, minat, persepsi, penguatan sebelumnya).
2. Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik, pengorganisasian pikiran, pengulangan simbol, pengulangan motorik.
3. Reproduksi motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
4. Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri.
Selain itu juga harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya. Proses mengingat akan lebih baik dengan cara mengkodekan perilaku yang ditiru ke dalam kata-kata, tanda atau gambar daripada hanya observasi sederhana (hanya melihat saja). Sebagai contoh: belajar gerakan tari dari instruktur membutuhkan pengamatan dari berbagai sudut yang dibantu cermin dan langsung ditirukan oleh siswa pada saat itu juga. Kemudian proses meniru akan lebih terbantu jika gerakan tari juga didukung dengan penayangan video, gambar atau intruksi yang ditulis dalam buku.
2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan, tersebut disukai dan dihargai dan perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Karena melibatkan atensi, ingatan dan motivasi, teori Bandura dilihat dalam kerangka teori behavior-kognitif. Teori belajar sosial membantu memahami terjadinya perilaku agresi dan penyimpangan psikologi dan bagaimana memodifikasi perilaku. Teori Bandura menjadi dasar dari perilaku pemodelan yang digunakan dalam berbagai pendidikan secara massal. Sebagai contoh: penerapan teori belajar sosial dalam iklan televisi. Iklan selalu menampilkan bintang-bintang yang populer dan disukai masyarakat, hal ini untuk mendorong konsumen agar membeli sabun supaya mempunyai kulit seperti para ”bintang” atau minum obat masuk anginnya ”orang pintar”.
v Aplikasi Teori Behavioristik Terhadap Pembelajaran Siswa
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori-teori behavioristik adalah ciri-ciri kuat mendasarinya yaitu:
a. Mementingkan pengaruh lingkungan.
b. Mementingkan bagian-bagian (elementalistik).
c. Mementingkan peranan reaksi.
d. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon.
e. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya.
f. Mementingkan pembentukan kebiasan melalui latihan dan pengulangan.
g. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan
v Kelebihan Teori Belajar Behaviorisme
1. Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui stimulasi.
2. Bahan pelajaran disusun secara hirarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
3. Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu.
4. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati dan jika terjadi kesalahan harus segera diperbaiki.
5. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.
6. Metode behavioristik ini sangat cocok untuk pemerolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, rafleks, daya tahan dan sebagainya contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahragam dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
v Kekurangan Teori Belajar Behavioris
1. Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
2. Mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.
3. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru.
4. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
5. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh begavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
Komentar
Posting Komentar